-->

Tuesday, May 5, 2015

Metode-Metode Partisipatif dalam Pengembangan Masyarakat





METODE-METODE PARTISIPATIF DALAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT
(Tugas Mata Kuliah Pengembangan Masyarakat)



Oleh
Fatkhul Rohman         1314071023
Hendri Setiawan         1314071028








JURUSAN TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2015


1.      Pengantar
Indonesia merupakan negara majemuk dengan beragam suku dan budaya. Pembangunan di Indonesia dewasa ini merujuk pada pembangunan yang berbasis pada masyarakat. Pengembangan masyarakat merupakan salah satu upaya dalam melakukan pembangunan. Pengembangan masyarakat menitikberatkan kepada partisipasi masyarakat. Kegiatan swadaya yang dilaksanakan oleh masyarakat memerlukan partisipasi masyarakat. Sinergi antara masyarakat dengan stakeholder terkait seperti pemerintah dan pihak swasta diperlukan guna menunjang usaha swadaya masyarakat. Tujuan dari usaha swadaya masyarakat adalah menigkatkan taraf hidup masyarakat yang artinya berujung pada kesejahteraan dibidang ekonomi dan sosial. Agar tercapai pembangunan yang efektif diperlukan inisiatif dari masyarakat serta adanya pelayanan teknis untuk masyarakat.

Partisipasi masyarakat diperlukan untuk melakukan program pengembangan masyarakat. Upaya untuk meningkatkan partisipasi masyarakat digunakan metode-metode partisipatif. Menurut Nasdian (2014) terdapat tiga pendekatan pendampingan masyarakat yaitu pendekatan menolong diri sendiri, pendampingan teknik, dan pendekatan konflik. Pendekatan menolong diri sendiri menitikberatkan pada peran masyarakat sebagai partisipan dalam melakukan kegiatan dan juga kontrol kegiatan, pendamping hanya sebatas fasilitator. Pendekatan pendampingan teknik mendasarkan pada perkiraan kebutuhan oleh para perencana yang dapat mengantarkan dan mengevaluasi proses pengembangan masyarakat. Pendekatan konflik menekankan pada upaya-upaya untuk menyadarkan masyarakat bahwa yang dilakukan oleh orang lain juga baik jika dilakukan oleh masyarakat tersebut.

Pengembangan masyarakat memerlukan pendampingan yang bersifat partisipatif. Nasdian (2014) membuat kriteria untuk pendampingan agar dapat dikatakan pendampingan partisipatif. Kriteria tersebut adalah (1) mengandung unsur perencanaan, implementasi, dan evaluasi; (2) dapat dipandang sebagai alat yang berdiri sendiri dengan kekuatan dan kelemahannya; (3) merupakan alat yang bersifat parsitipatif. Beberapa alat untuk melakukan pendampingan partisipatif kepada masyarakat diantaranya adalah Technology of Participation (ToP), Environmental Scanning (ES), Logical Frame Approach (LFA), Pariticipatory Impact Monitoring (PIM), Focus Group Discussion (FGD), dan Zielobjective Orientierte Project Palnning (ZOPP).

Menurut Rogers, partisipasi adalah tingkat keterlibatan anggota dalam mengambil keputusan, termasuk dalam perencanaan. Namun pada dasarnya Partisipasi berarti ikut serta, tetapi dalam bahasa kita hampir tidak ada perbedaan antara kata tersebut sebagai kata kerja (to participate) atau kata benda (participation). Asngari (2001: 29) menyatakan bahwa, penggalangan partisipasi itu dilandasi adanya pengertian bersama dan adanya pengertian tersebut adalah karena diantara orang-orang itu saling berkomunikasi dan berinteraksi sesamanya. Dalam menggalang peran serta semua pihak itu diperlukan : (1) terciptanya suasana yang bebas atau demokratis, dan (2) terbinanya kebersamaan. Selanjutnya Slamet (2003: 8) menyatakan bahwa, partisipasi masyarakat dalam pembangunan adalah sebagai ikut sertanya masyarakat dalam pembangunan, ikut dalam kegiatan-kegiatan pembangunan, dan ikut serta memanfaatkan dan menikmati hasil-hasil pembangunan. Alasan mengapa keikutsertaan (partisipasi) masyarakat dikatakan penting pada masa   pembangunan sekarang, antara lain :
1)      Kita sedang berada dalam masa transisi dalam pembangunan era  pertanian ke era industri.
2)      Terciptanya demokrasi dan keterbukaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
3)      Sebanyak 27 juta rakyat Indonesia masih hidup dibawah garis kemiskinan
4)      Berkembangnya etos kerja yang negatif
5)      Masih terjadi pemisahan golongan antara kaum elite dan kaum bawahan. (Joko, 2012)
Analisis proses partisipasi atau keikutsertaan masyarakat ini menjadi sangat penting karena dengan demikian usaha komunikasi program pembangunan ke dalam masyarakat akan memperoleh hasil yang maksimal. Analisis yang di maksud adalah :
a)      Tahapan penumbuhan ide untuk membangun dan perencannaan
Dalam tahap ini kita harus melihat, apakah pelaksanaan program tersebut didasarkan ats gagasan atau ide yang tumbuh dari kesadaran masyarakat serdiri atau diturunkan dari atas. Jika datangnya dari masyarakat itu sendiri karena  didorong oleh tuntutan situasi dan kondisi yang menghimpitnya pada saat itu maka peran aktif masyarakat akan  lebih baik dan juga sebaliknya. Jika masyarakat diikut libatkan  di dalam proses  perencanaan untuk membangun daerahnya, maka dapat dpastikan bahwa seluruh anggota masyarakat merasa dihargai sebagai manusia yang dihargai sebagai manusia yang memilki potensi dan kemampuan sehingga mereka lebih mudah berperanserta aktif dalam melaksanakan, melestarikan program pembangunan tersebut.
b)      Tahap pengambilan keputusan
Landasan filosofi dalam tahap ini adalah bahwa setia orang akan merasa dihargai jika mereka diajak untuk berkomprimi, memberikan pikiran-pikirannya dalam membuat suatu keputusan untuk membangun diri, keluarga, daerah, bangsa dan negaranya. Keikutsertaan anggota atau seseorang di dalam pengambilan suatu keputusan secara psikososial telah memaksa anggota masyarakat yang bersangkutan untuk turut bertanggungjawab dalam melaksanakan, mengembangkan setiap paket program yang di komunikasikan. Mereka merasa memiliki tanggung jawab secara penuh tehadap keberhasilan program yang dilaksanakan. Dengan demikian dalam diri masyarakat akan tumbuh rasa tanggung jawab secara sadar kemudian berprakarsa untuk berpartisipasi secara positif dengan penuh kesadaran.

c)      Tahap pelaksanaan dan evaluasi
Landasan filosofi dalam tahapan ini adalah prinsip learning by doing dalam metode belajar orang dewasa. Tujuan melibatkan masyarakat dalam tahap pelaksanaan adalah agar masyarakat dapat mengetahi secara baik tentang cara-cara melaksanakan program sehingga nantinya mereka secara mandiri mampu melanjutkan, meningkatkan, serta melestarikan program pembangunan yang dilaksanakan. Tujuan lainnya adalah untuk menghilangkan kebergantungan masyarakat terhadap pihak luar (komunikator atau penyuluh). Sedangkan dalam hal mengevaluasi, masyarakat diarahkan untuk mampu menilai sendiri dengan mengungkapkan tentang apa yang mereka tahu dan apa yang mereka lihat. Mereka diberi kebebasan untuk menilai sesuatu dengan apa yang ada dibenaknya, pengalaman, kelebihaan, kelemahan, manfaat, hambatan dan faktor pelancar dari program tersebut.
d)     Tahap pembagian keuntungan
Tahap ini menekankan pada tahap pemanfaatan program pembangunan yang diberikan secara merata kepada anggota masyarakat. Pertimbangan pokok dalam menerapkan suatu program jika dilihat dari aspek keuntungan ekonomis adalah program tersebut akan memberikan kesuksesan secara ekonomis kepada anggotanya. (Joko, 2012)

a)         Alternatif metode partisipatif untuk pengembangan masyarakat

Habermas (1990), membedakan tiga jenis ilmu dan pengetahuan berdasarkan kepentingan atau fungsinya, yaitu: pertama, empiris analitis, adalah membangun hubungan-hubungan kausal yang mendasar dalam kepentingan untuk mengontrol alam dengan kepentingan teknis menghasilkan informasi yang akan menambah penguasaan teknis manusia.  Kedua, historis hermeneutis, adalah kebutuhan manusia dalam melakukan komunikasi yang penuh pengertian yang ditujukan untuk kepentingan praktis dan menghasilkan interpretasi yang memungkinkan suatu orientasi bagi tindakan praktis manusia ke dalam kehidupan bersama; dan ketiga, sosial kritis ditujukan untuk kepentingan emansipatoris yang menghasilkan analisis yang membebaskan kesadaran manusia dari kungkungan dominasi kekuasaan dan struktural.

PAP sebagai alternatif metode dalam pengembangan masyarakat yang memposisikan penguatan modal sosial sebagai tujuan utama hendaknya ditempatkan ke dalam paradigma historis-hermeneutis dan dalam beberapa kasus dapat mengarah kepada sosial-kritis. Model penelitian aksi partisipatif (PAP) mulai banyak digunakan oleh akademisi dan LSM di beberapa negara. Isu utama yang dikaji melalui metode ini sebagian besar ditujukan untuk isu-isu organisasi petani miskin dan masyarakat, pendidikan orang dewasa (andragogi) serta pemberdayaan masyarakat miskin. Siklus PAP yang diawali dengan siklus sosial alamiah masyarakat secara otomatis akan menggerakkan tubuh masyarakat. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Grunig (dalam Cutlip et al, 2000) bahwa terdapat tiga faktor yang menggerakan masyarakat untuk berubah dari status laten menjadi berstatus aktif. Ketiga faktor itu adalah:
1)      Pengenalan masalah menggambarkan taraf ketika orang sadar bahwa ada sesuatu yang hilang atau keliru dalam sebuah situasi, dan dengan demikian tahu bahwa mereka membutuhkan informasi.
2)      Pengenalan akan hambatan menggambarkan taraf ketika orang melihat diri mereka dibatasi oleh faktor eksternal versus melihat bahwa mereka dapat melakukan sesuatu yang berhubungan dengan situasi itu. Jika orang berpendapat bahwa mereka dapat melakukan perubahan atau memberi efek pada situasi masalah itu, mereka akan mencari informasi untuk membuat rencana bertindak.
3)      Tingkat keterlibatan menggambarkan taraf ketika orang melihat diri mereka terlibat dan dipengaruhi oleh sebuah situasi. Dengan kata lain, semakin mereka melihat diri mereka terhubungkan dengan suatu situasi, semakin mungkin mereka mengomunikasikannya.
Mengacu pendapat Grunig tersebut, dapat disimpulkan bahwa aspek partisipasi masyarakat merupakan hal penting dalam sebuah proses sosial. Partisipatif sebagai kata kunci dalam PAP, merupakan prinsip utama dalam seluruh aktivitas membangunan masyarakat dan diharapkan dapat menggerakkan masyarakat mulai dari awal proses pembangunan sosial.
Pengalaman empiris implementasi PAP di beberapa lokasi menggambarkan bahwa partisipasi masyarakat semakin meningkat untuk senantiasa melakukan proses perbaikan kondisi mereka, baik melalui mekanisme institusional maupun membangun trust, nilai-nilai baru serta networking yang merupakan bagian dari modal sosial. Implementasi PAP dalam pembangunan masyarakat yang dapat diamati adalah pada penguatan kelembagaan masyarakat desa hutan dalam implementasi program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) di Pemalang dan Randublatung. Masih jarangnya publikasi penerapan PAP di Indonesia baik karena minimnya penggunaan PAP atau hanya karena masalah teknis publikasi membuat korelasi positif penerapan PAP terhadap penguatan modal sosial masih lemah dalam tataran empiris.

b)        Enviromental Sacanning (ES)

Menurut Hunger dan Wheelen (2000:53-54) : Environtmental scanning is monitoring, evaluating and disseminating of information from the external and internal environment to key people within the corporation. A corporation uses this tool to avoid strategic surprise and to ensure its long term health. Fahey dan Narayanan (dalam Morrison, 1992) berpendapat bahwa environmental scanning yang efektif seharusnya dapat membantu pembuat keputusan mengetahui perubahan potensial yang terjadi di lingkungan eksternal mereka. Environmental scanning menyediakan penyelidikan strategik yang berguna dalam pemilihan keputusan strategi. Konsekuensi dari aktivitas ini adalah bertambahnya pemahaman akan dampak dari perubahan terhadap organisasi, membantu meramalkan, dan membawa harapan perubahan yang baik dalam pembuatan keputusan.
Dari berbagai literatur yang ada, pada umumnya sebuah organisasi melakukan environmental scanning dengan tujuan untuk :
a)         Memahami perubahan kekuatan lingkungan, sehingga mereka mampu menempatkan diri dalam persaingan masa mendatang.
b)         Menghindari keterkejutan, identifikasi peluang dan ancaman, mencapai keunggulan kompetitif dan mengembangkan perencanaan jangka pendek maupun jangka panjang.
c)         Untuk meningkatkan kesadaran para manajer tentang kemampuan potensial yang be
d)        rpengaruh penting pada lingkungan industrinya dan mengidentifikasi ada tidaknya peluang dan ancaman di sekitar lingkungan.
e)         Untuk menghindari keterkejutan strategi dan menjamin kesehatan jangka panjang perusahaan.

Proses analisis lingkungan external harus dilakukan dengan dasar yang berkelanjutan. Proses ini meliputi empat kegiatan, yaitu :
a)      Scanning : mengidentifikasi tanda-tanda awal perubahan lingkungan dan tren.
b)      Monitoring : menemukan arti melalui observasi secara terus-menerus terhadap perubahan lingkungan dan tren.
c)      Forecasting : membuat proyeksi perkiraan hasil berdasarkan perubahan dan tren yang dimonitor.
d)     Assessing : menentukan waktu dan arti penting perubahan lingkungan dan  tren terhadap strategi dan manajemen perusahaan.

4.   Logical Framework Approach (LFA).

Metode ini telah diadopsi oleh banyak LSM dan lembaga donor dunia. Metode LFA dikembangkan oleh Leon J. Rosenberg ketika dikontrak USAID pada tahun 1969. Practical Concepts, Inc. sebuah perusahaan yang didirikan Rosenberg kemudian meluaskan penggunaan metode ini di 35 negara.
LFA secara meluas telah digunakan oleh beberapa lembaga donor bilateral maupun multilateral seperti GTZ, SIDA, NORAD, DFID, UNDP dan EC. Pada 1990an, metode ini yang seringkali disyaratkan agar digunakan pada proposal-proposal program, akan tetapi, beberapa tahun belakangan sudah lebih menjadi sebagai suatu pilihan.Sangat penting untuk membedakan dua istilah ini: Logical Framework Approach (LFA) dan LogFrame (LF). Kedua istilah ini terkadang membingungkan. LFA adalah metode desain proposal proyek, sedangkan LF adalah dokumen.
Beberapa keunggulan Logical Framework Approach:
1.      Mewadahi pernyataan dari semua komponen kunci dari suatu program. Ini sangat membantu khususnya saat ada pergantian staff dalam program tersebut.
2.      Dapat menjelaskan dan merunut secara logis bagaimana kemungkinan program itu bisa dimplementasikan.
3.      Membantu untuk mengenali skala prioritas capaian program, serta memastikan jika input dan output program tidak saling membingungkan antara satu dengan yang lain, dan mengidentifikasi capaian-capaian diluar target yang sebelumnya tidak diketahui.
4.      Menyediakan suatu dasar untuk melakukan monitoring dan evaluasi dengan mengidentifikasi indikator-indikator kesuksesan, dan maksud dari suatu perhitungan atau penaksiran (angka).
5.      Menjelaskan hubungan-hubungan yang mendasari penilaian terhadap efisiensi dan efektivitas program
6.      Mengidentifikasi faktor utama terkait kesuksesan dari sebuah program.
7.      Mendorong pendekatan multidispliner untuk persiapan dan pengawasan dari suatu program. (nanang-publicity.blogspot.com)

5.      Participatory Impact Monitoring (PIM)
PIM merupakan alat analisis baru untuk mengelola suatu program, yang didesain untuk proyek-proyek dalam bentuk kelompok atau organisasi yang mandiri, termasuk organisasi masyarakat. Peran pendamping dalam metode PIM adalah memfasilitasi terwujudnya PIM dalam proyek pengembangan masyarakat/ pengembangan komunitas. Prinsip pendekatan Participatory Impact Monitoring harus ada kepercayaan dan keinginan timbal balik untuk mengelola proyek dengan metode PIM Anggota masyarakat yang terlibat dalam pelaksanaan PIM berkeinginan untuk menerima perubahan. - Pendamping harus tegas dalam dukungan metodologi, dan diskusi harus dilakukan oleh kelompok masyarakat itu sendiri.

6.  Focus Group Discussion (FGD)
Focus Group Discussion/FGD atau diskusi kelompok terfokus merupakan suatu metode pengumpulan data yang lazim digunakan pada penelitian kualitatif sosial, tidak terkecuali pada penelitian keperawatan. Metode ini mengandalkan perolehan data atau informasi dari suatu interaksi informan atau responden berdasarkan hasil diskusi dalam suatu kelompok yang berfokus untuk melakukan bahasan dalam menyelesaikan permasalahan tertentu. Data atau informasi yang diperoleh melalui teknik ini, selain merupakan informasi kelompok, juga merupakan suatu pendapat dan keputusan kelompok tersebut. Keunggulan penggunaan metode FGD adalah memberikan data yang lebih kaya dan memberikan nilai tambah pada data yang tidak diperoleh ketika menggunakan metode pengumpulan data lainnya, terutama dalam penelitian kuantitatif (Lehoux, Poland, & Daudelin, 2006).
FGD sebagai suatu metode pengumpulan data memiliki berbagai kelebihan/kekuatan dan keterbatasan. Saat ini FGD menjadi populer sebagai salah satu alternatif dalam mengumpulkan data kualitatif dalam berbagai penelitian keperawatan. Hal ini terbukti dengan banyaknya publikasi keperawatan yang menggunakan metode pengumpulan datanya melalui metode FGD.
Tulisan ini membahas tentang definisi dan tujuan FGD sebagai metode pengumpulan data, mengidentifikasi karakteristik metode FGD, menganalisis berbagai kekuatan dan keterbatasan data/informasi yang diperoleh melalui metode FGD, dan penggunaan metode FGD dalam penelitian keperawat.
Definisi Dan Tujuan Metode Fgd
Pendefinisian metode FGD berhubungan erat dengan alasan atau justifikasi utama penggunaan FGD itu sendiri sebagai metode pengumpulan data dari suatu penelitian. Justifikasi utama penggunaan FGD adalah memperoleh data/informasi yang kaya akan berbagai pengalaman sosial dari interaksi para individu yang berada dalam suatu kelompok diskusi. Definisi awal tentang metode FGD menurut Kitzinger dan Barbour (1999) adalah melakukan eksplorasi suatu isu/fenomena khusus dari diskusi suatu kelompok individu yang berfokus pada aktivitas bersama diantara para individu yang terlibat didalamnya untuk menghasilkan suatu kesepakatan bersama. Aktivitas para individu/ partisipan yang terlibat dalam kelompok diskusi tersebut antara lain saling berbicara dan berinteraksi dalam memberikan pertanyaan, dan memberikan komentar satu dengan lainnya tentang pengalaman atau pendapat diantara mereka terhadap suatu permasalahan/isu sosial untuk didefinisikan atau diselesaikan dalam kelompok diskusi tersebut.
Hal senada tentang metode FGD, Hollander (2004), Duggleby (2005), dan Lehoux et al. (2006) mendefinisikan metode FGD sebagai suatu metode untuk memperoleh produk data/informasi melalui interaksi sosial sekelompok individu yang dalam interaksi tersebut, sesama individu saling mempengaruhi satu dengan lainnya. Lebih rinci, Hollander (2004) menjelaskan bahwa interaksi sosial sekelompok individu tersebut dapat saling mempengaruhi dan menghasilkan data/informasi jika memiliki kesamaan dalam hal, antara lain memiliki kesamaan karakteristik individu secara umum, kesamaan status sosial, kesamaan isu/ permasalahan, dan kesamaan relasi/hubungan secara sosial.
Metode FGD banyak digunakan oleh para peneliti untuk mengeksplorasi suatu rentang fenomena pengalaman hidup sepanjang siklus hidup manusia melalui interaksi sosial dirinya dalam kelompoknya (Brajtman 2005, Oluwatosin 2005, van Teijlingen & Pitchforth 2006).
Tujuan utama metode FGD adalah untuk memperoleh interaksi data yang dihasilkan dari suatu diskusi sekelompok partisipan/responden dalam hal meningkatkan kedalaman informasi menyingkap berbagai aspek suatu fenomena kehidupan, sehingga fenomena tersebut dapat didefinisikan dan diberi penjelasan. Data dari hasil interaksi dalam diskusi kelompok tersebut dapat memfokuskan atau memberi penekanan pada kesamaan dan perbedaan pengalaman dan memberikan informasi/data yang padat tentang suatu perspektif yang dihasilkan dari hasil diskusi kelompok tersebut.
Karakteristik Metode Fgd
Metode FGD merupakan salah satu metode pengumpulan data penelitian dengan hasil akhir memberikan data yang berasal dari hasil interaksi sejumlah partisipan suatu penelitian, seperti umumnya metode-metode pengumpulan data lainnya. Berbeda dengan metode pengumpul data lainnya, metode FGD memiliki sejumlah karakteristik, diantaranya, merupakan metode pengumpul data untuk jenis penelitian kualitatif dan data yang dihasilkan berasal dari eksplorasi interaksi sosial yang terjadi ketika proses diskusi yang dilakukan para informan yang terlibat (Lehoux, Poland, & Daudelin, 2006).
Karakteristik pelaksanaan kegiatan FGD dilakukan secara obyektif dan bersifat eksternal. FGD membutuhkan fasilitator/moderator terlatih dan terandalkan untuk memfasilitasi diskusi agar interaksi yang terjadi diantara partisipan terfokus pada penyelesaian masalah. Carey (1994) menjelaskan karakteristik pelaksanaan metode FGD yaitu menggunakan wawancara semi struktur kepada suatu kelompok individu dengan seorang moderator yang memimpin diskusi dengan tatanan informal dan bertujuan mengumpulkan data atau informasi tentang topik isu tertentu. Metode FGD memiliki karakteristik jumlah individu yang cukup bervariasi untuk satu kelompok diskusi. Satu kelompok diskusi dapat terdiri dari 4 sampai 8 individu (Kitzinger, 1996; Twin, 1998) atau 6 sampai 10 individu (Howard, Hubelbank,& Moore,1999).
Karakteristik permasalahan/isu yang dapat diperoleh datanya melalui metode FGD adalah isu/ masalah untuk memperoleh pemahaman tentang berbagai cara yang membentuk perilaku dan sikap sekelompok individu atau untuk mengetahui persepsi, wawasan, dan penjelasan tentang isu sosial yang tidak bersifat personal, umum, dan tidak mengancam kehidupan pribadi seseorang (Lehoux, Poland, & Daudelin, 2006). Dengan demikian, tidak semua permasalahan/isu dapat dikumpulkan datanya melalui metode FGD.
Data yang dikumpulkan melalui metode FGD pada umumnya berhubungan dengan berbagai peristiwa atau isu-isu sosial di masyarakat yang dapat memunculkan stigma buruk bagi individu atau kelompok tertentu. Informasi yang diperlukan dari individu atau kelompok tersebut tidak memungkinkan diperoleh dengan metode pengumpulan data lainnya. Namun, metode FGD kurang tepat untuk memperoleh topik/data yang bersifat sangat personal seperti isu-isu sensitif kehidupan pribadi, status kesehatan, kehidupan seksual, masalah keuangan, dan agama yang bersifat personal (Kitzinger, 1996; Lehoux, Poland, & Daudelin, 2006).
Kekuatan Dan Kelemahan Metode Fgd
Berbagai penelitian kualitatif banyak menggunakan metode FGD sebagai alat pengumpulan data. Sebagai salah satu metode pengumpulan data, metode FGD memiliki berbagai kekuatan dan keterbatasan dalam penyediaan data/ informasi. Sebagai contoh, metode FGD memberikan lebih banyak data dibanding dengan menggunakan metode lainnya (Lehoux, Poland, & Daudelin, 2006). Kekuatan utama metode FGD adalah kemampuan menggunakan interaksi antar partisipan untuk memperoleh kedalaman dan kekayaan data yang lebih padat yang tidak diperoleh dari hasil wawancara mendalam.

Carey (1994) menjelaskan bahwa informasi atau data yang diperoleh melalui FGD lebih kaya atau lebih informatif dibanding dengan data yang diperoleh dengan metode-metode pengumpulan data lainnya. Hal ini dimungkinkan karena partisipasi individu dalam memberikan data dapat meningkat jika mereka berada dalam suatu kelompok diskusi. Namun, metode ini tidak terlepas dari berbagai tantangan dan kesulitan dalam pelaksanaannya. Pelaksanaan yang optimal dari metode FGD masih seringkali menjadi bahan perdebatan para ahli penelitian dan konsensus untuk menyepakati metode FGD sebagai metodologi yang ideal dalam penelitian kualitatif masih belum dicapai (McLafferty, 2004).
Metode FGD berdasarkan segi kepraktisan dan biaya merupakan metode pengumpulan data yang hemat biaya/tidak mahal, fleksibel, praktis, elaborasif serta dapat mengumpulkan data yang lebih banyak dari responden dalam waktu yang singkat (Streubert & Carpenter, 2003). Selain itu, metode FGD memfasilitasi kebebasan berpendapat para individu yang terlibat dan memungkinkan para peneliti meningkatkan jumlah sampel penelitian mereka. Dari segi validitas, metode FGD merupakan metode yang memiliki tingkat high face validity dan secara umum berorientasi pada prosedur penelitian (Lehoux, Poland, & Daudelin, 2006).
Metode FGD juga memiliki beberapa keterbatasan sebagai alat pengumpulan data. Dari segi analisis, data yang diperoleh melalui FGD memiliki tingkat kesulitan yang tinggi untuk dianalisis dan banyak membutuhkan waktu. Selain itu, kelompok diskusi yang bervariasi dapat menambah kesulitan ketika dilakukan analisis dari data yang sudah terkumpul. Pengaruh seorang moderator atau pewawancara juga sangat menentukan hasil akhir pengumpulan data (Leung et al., 2005). Selanjutnya, dari segi pelaksanaan, metode FGD membutuhkan lingkungan yang kondusif untuk keberlangsungan interaksi yang optimal dari para peserta diskusi (Lambert & Loiselle, 2008). Keterbatasan lainnya dari penggunaan metode FGD dapat terjadi pada umumnya karena peneliti seringkali kurang dapat mengontrol jalannya diskusi dengan tepat.
Aktivitas para individu dalam bertanya dan mengemukakan pendapat cukup bervariasi, terutama jika terdapat individu yang mendominasi diskusi kelompok tersebut sehingga dapat mempengaruhi pendapat individu yang lain dalam kelompok. Disinilah pentingnya peran peneliti sebagai fasilitator yang terlatih dan terandalkan dalam kelompok untuk mencegah terjadinya hal tersebut di atas (Steubert & Carpenter, 2003). Selain itu, Lambert dan Loiselle (2008) menyatakan bahwa penggunaan metode FGD membutuhkan kombinasi dengan alat pengumpulan data lainnya untuk meningkatkan kekayaan data dan menjadikan data yang dihasilkan menjadi lebih bernilai dan lebih informatif untuk menjawab permasalahan suatu penelitian.
Penggunaan Metode Fgd Dalam Penelitian Keperawatan
Metode FGD banyak digunakan pada berbagai studi sosial yang lebih kompleks, tidak terkecuali pada area keperawatan yang banyak mempelajari berbagai keunikan kehidupan sosial manusia sebagai kliennya. Penggunaan metode FGD banyak dilaporkan penggunaannya dalam berbagai topik, pada area praktik manajemen keperawatan maupun pendidikan keperawatan. Saat ini, metode FGD banyak digunakan para manajer perawat dalam melakukan evaluasi berbagai program pendidikan untuk para pasien (Leung et al., 2005). Di area pendidikan keperawatan, Howard, Hubelbank,& Moore (1999) mempelajari evaluasi para mahasiswa perawat setelah lulus dari pendidikan. Maclntosh (1993) mempelajari berbagai strategi pembelajaran jarak jauh melalui kegiatan telekonferensi untuk para mahasiswa perawat yang mengeksplorasi secara mendalam bagaimana para mahasiswa perawat tersebut mempertahankan partisipasi kelas jauh mereka. Selanjutnya, McKinley et al. (1997) juga mengembangkan alat ukur untuk mengevaluasi tingkat kepuasan pasien yang memperoleh pelayanan keperawatan prima.
Penggunaan metode FGD juga telah dilaporkan di area penelitian keperawatan untuk mempelajari fenomena kehidupan dan isu-isu sosial yang dialami manusia sepanjang rentang kehidupan. Sebagai contoh, penggunaan metode FGD pada area keperawatan komunitas telah digunakan oleh Oluwatosin (2005) dalam mengembangkan alat pengkajian untuk mempelajari kesehatan suatu komunitas dan Carey (1994) menggunakan metode FGD untuk mengeksplorasi kepercayaan dan perilaku masyarakat terhadap AIDS. Powell et al. (1996) juga menggunakan metode FGD untuk meningkatkan validitas dari suatu alat ukur kesehatan mental. Peneliti lainnya yaitu Millar et al. (1996) telah mengumpulkan data tentang tingkat kepuasan perawat dan kliennya terhadap pelayanan kesehatan melalui metode FGD.
7. Zielobjective Oriented Project Planning (ZOPP)

Perencanaan partisipatif melalui metode ZOPP ini dilakukan dengan menggunakan empat alat kajian dalam rangka mengkaji keadaan desa. Ada empat alat kajian dalam rangka mengkaji keadaan desa.
a)      Kajian permasalahan, dimaksudkan untuk menyidik masalah masalah yang terkait dengan suatu keadaan yang ingin diperbaiki melalui suatu proyek pembangunan.
b)      Kajian tujuan, untuk meneliti tujuan-tujuanyang dapat dicapai sebagai akibat dari pemecahan masalah masalah tersebut.
c)      Kajian alternatif (pilihan-pilihan), untuk menetapkan pendekatan proyek yang paling member harapan untuk berhasil.
d)     Kajian peran, untuk mendata berbagai pihak (lembaga, kelompok masyarakat, dan sebagainya) yang terkait dengan proyek selanjutnya mengkaji kepentingan dan potensi.

Melalui penggunaan alat kajian itu maka metode ZOPP bertujuan untuk mengembangkan rancangan proyek yang taat azas dalam suatu kerangka logis.

Metode ZOPP, dalam penerapannya dapat dikenali dari ciri ciri utamanya. Dibawah ini tertera cirri ciri utama metode ZOPP:
a)      Adanya kerja kelompok, bahwa perencanaan dilakukan oleh semua pihak yang terkait dengan proyek (mencirikan keterbukaan)
b)      Adanya peragaan, pada setiap tahap dalam perencanaan direkam secara serentak dan lengkap serta dipaparkan agar semua pihak selalu mengetahui perkembangan perencanaan secara jelas (mencirikan keterbukaan).
c)      Adanya kepemanduan, yakni kerjasama dalam penyusunan perencanaan diperlancar oleh orang atau sekelompok orang yang tidak terkait dengan proyek, tetapi membantu untuk mencapai mufakat (mencirikan kepemanduan).

Metode ZOPP sangat mengandalkan pengetahuan, gagasan dan pengalaman yang dikontribusikan oleh peserta. Beberapa prinsip dasar yang penting dari metode ini adalah:
a)      Kerjasama semua para pihak akan lebih lancer dan produktif jika semua yang terlihat telah menyetujui tujuan bersama dan mengemukakannya secara jelas.
b)      Dalam kerjasama pembangunan, pemecahan atau penghapusan masalah harus diatasi dari akarnya-penyebabnya. Oleh sebab itu perlu dilakukan analisis masalah serta sebab akibatnya. Dari situ dapat dilakukan dirumuskan tujuan yang lebih realistis.
c)      Masalah dan penyebabnya tidak berada dalam isolasi, tetapi terkait dengan orang, kelompok dan organisasi. Oleh sebab itu, kita hanya bias berbicara tentang masalah jika kita meiliki pemahaman dan gambaran yang komprehensif tentang kepentingan dari kelompok, individu dan institusi yang terlibat.




DAFTAR PUSTAKA

Brajtman, S. (2005). Helping the family through the experience of terminal
restlessness. Journal of Hospice and Palliative Nursing, 7, 2, 73.
Cutlip, S.M., Center, A.H., Broom, G.M., 2000, Effective Public Relations, 
Eighth Edition, Prentice Hall International, Inc.
Habermas, J., 1990, Ilmu dan Teknologi Sebagai Ideologi, LP3ES, Jakarta.
Howard, E., Hubelbank, J. & Moore, P. (1999). Employer evaluation of
graduates: use of the focus group. Nurse Educator, 14(5), 38-41.
Joko . 2012. Metode Pengembangan Partisipasi. http://kube-jamur.blogspot.com
Diakses pada 30 April 2015.
Kitzinger, J. (1994). The methodology of focus group interviews: the importance
of interaction between research participants. Sociology of Health and Illness, 16, 103-121. _________. (1996). Introducing focus groups. British Medical Journal, 311, 299-302.
Lehoux P., Blake P. & Daudelin, G. (2006). Focus group research and ‘‘the
patient’s view’’. Social Science and Medicine, 63, 2091-2104.
McLafferty, I. (2004). Focus group interviews as a data collecting strategy.
Journal of Advanced Nursing, 48, 187-194.
Merybude. 2012 http://ungubudeku.blogspot.com/ Diakses pada 30 April 2015
Nasdian. 2014. Pengembangan Masyarakat. Jakarta (ID): Yayasan Pustaka Obor
Indonesia.
Setiadhi. 2005. Gotong Royong Rutin Berbuah Jalan Desa: Cerita Kemandirian
Masyarakat Amarasi, NTT. Surabaya (ID): CESS dan JPIP.




1 comments:

  1. Saya tidak bisa cukup berterima kasih kepada layanan pendanaan lemeridian dan membuat orang tahu betapa bersyukurnya saya atas semua bantuan yang telah Anda dan staf tim Anda berikan dan saya berharap untuk merekomendasikan teman dan keluarga jika mereka membutuhkan saran atau bantuan keuangan @ 1,9% Tarif untuk Pinjaman Bisnis. Hubungi Via:. lfdsloans@lemeridianfds.com / lfdsloans@outlook.com. WhatsApp ... + 19893943740. Terus bekerja dengan baik.
    Terima kasih, Busarakham.

    ReplyDelete

Kontak Saya

No. WhatsApp:

+62 852 9091 95XX

Alamat:

Kelurahan Tembalang, Kecamatan Tembalang,
Kota Semarang, Jawa Tengah

Email:

hendriseetiawan@gmail.com