-->

Wednesday, March 11, 2020

Penambangan Pasir di Kawasan Sekitar Perairan Gunung Anak Krakatau

Penambangan Pasir Ilegal di Sekitar Perairan Gunung Anak Krakatau
1. Pendahuluan
             a. Sumber Berita
Pemerintah Provinsi (Pemprov) menyatakan kegiatan penambangan pasir di kawasan Gunung Anak Krakatau (GAK) adalah penambangan ilegal. Asisten Bidang Ekonomi dan Pembangunan Taufik Hidayat mengatakan, hanya ada satu perusahaan yang mengantongi izin untuk melakukan aktifitas penambangan pasir di sekitaran kawasan GAK. Untuk itu, Taufik Hidayat memastikan, Pemprov Lampung ke depan akan terus melakukan pengawasan dengan berkoordinasi bersama Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu dan Lampung dan Kantor Syahbandar, dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas IV Bakauheni, guna memastikan tak ada lagi aktivitas penambangan pasir (Tribun Lampung, 24 November 2019).
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Lampung akan melaporkan kapal yang diduga melakukan penambangan pasir di sekitaran Gunung Anak Krakatau (GAK) ke Polda Lampung. Menurut Irfan Tri Musri Direktur Walhi Lampung, tidak ada perusahaan manapun yang boleh melakukan penambangan pasir di kawasan GAK. Sebab, lanjut Irfan Tri Musri, izin-izin yang dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung kepada para pengusaha telah dinyatakan batal dan cacat hokum (Tribun Lampung, 24 November 2019).
"Masyarakat Pulau Sebesi dan himpunan masyarakat adat menolak dengan tegas adanya aktivitas penyedotan pasir hitam di Selat Sunda sekitar GAK dan Pulau Sebesi, karena akan berdampak ke masyarakat sekitar," tegas Taufik. Salah satu dampaknya, kata Taufik, sudah pernah dirasakan sebagian masyarakat di beberapa desa khususnya di Kecamatan Rajabasa yang terkena bencana tsunami akibat patahan atau longsoran GAK pada 22 Desember 2018 lalu (Tribun Lampung, 24 November 2019).
             b. Kajian Berita
Berdasarkan isu lingkungan di atas, penambangan pasir di kawasan perairan Gunung Anak Krakatau sudah berlangsung lama. Kegiatan penambangan pasir dilakukan oleh pihak yang memiliki izin maupun illegal. Mengingat Kawasan Gunung Anak Krakatau adalah sebagai Cagar Budaya yang harus dilestarikan, sudah semestinya pemerintah daerah maupun pusat harus memilah kegiatan apa saja yang diperbolehkan dikawasan cagar budaya sehingga dampaknya tidak akan buruk.
Jika kita kaji lebih mendalam apa yang akan ditimbulkan dari pengerukan pasir di dasar laut yaitu dapar merusak ekosistem yang ada di dasar laut. Selain itu, jika it uterus dilakukan maka akan berdampak juga terhadap pencemaran air laut dan abrasi pantai juga. Oleh karena itu perlu dilakukan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan yang akan ditimbulkan.
2.      Pembahasan
Telah dilakukan penambangan pasir di kawasan Cagar Budaya Gunung Anak Krakatau. Sejumlah dampak yang sudah dirasakan masyarakat Pulau Sebesi akibat penambangan tersebut yaitu longsornya pesisir Gunung Anak Krakatau dan abrasi pantai di Pulau Sebesi. Masyarakat merasa resah dengan adanya penambangan pasir tersebut karena pada 2019 lalu telah terjadi Tsunami di Pulau Sebesi dan di Kecamatan Rajabasa Lampung Selatan salah satunya adalah dampak dari penambangan pasir tersebut. Selain karena faktor letusan, kegiatan penambangan tersebut membuat Gunung Anak Krakatau Longsor dan menimbulkan gelombang tsunami di pesisir Kecamatan Rajabasa dan di Pulau Sebesi.
Kegiatan Penambang Pasir Sudah dilakukan oleh PT Lautan Indah Persada (LIP) sejak tahun 2015. Dikutip dari Republika “Gubernur Lampung Arinal Djunaidi menyatakan, Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Lautan Indah Persada (LIP) di perairan Selat Sunda dekat Gunung Anak Krakatau (GAK) akan berakhir 26 Maret 2020. Selama menunggu waktu tersebut, tidak ada penambangan pasir di wilayah GAK selama lima tahun ke depan. Arinal tetap berkomitmen tidak memperpanjang IUP PT LIP untuk menambang pasir hitam di wilayah perairan GAK setelah masa izin tersebut berakhir pada 26 Maret 2020. Dia memahami keinginan dan tuntutan masyarakat terkait dengan beroperasinya PT LIP di sekitar GAK yang membuat trauma warga kembali pascatsunami akhir tahun 2018” (Republika, 10 Februari 2020).
Kegiatan penambangan atau pengerukan pasir di laut yang dekat pesisir pulau dan wilayah cagar budaya merupakan aktifitas yang berdampak langsung terhadap lingkungan yang seharusnya dilarang. Kegiatan tersebut melanggar Undang-undang No. 1 Tahun 2014 Tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, Undang-undang No. 32 Tahun 2009 Tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup serta Peraturan Daerah Provinsi Lampung No. 1 Tahun 2018 Tentang rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Pelanggaran penambangan pasir berdampak langsung kepada keruhnya air laut karena proses pengerukan. Hilangnya sebagian ekosistem bawah laut seperti terumbu karang akan berdampak pada kehidupan ikan. Dampak social yang dirasakan oleh masyarakat yaitu hilangnya sumber mata pencaharian sebagai nelayan.
Terkait pemberian izin PT LIP sejak tahun 2015 oleh pemerintah pusat seharusnya pemerintah mengkaji lebih dalam apa yang akan ditimbulkan dari kegiatan pengerukan pasir tersebut. Peran serta masyarakat untuk mengawasi dan melaporkan pelanggaran pada proses penambangan kepada pihak berwajib yaitu kepolisian sangat dibutuhkan. Organisasi berbasis lingkungan harus terus memantau dampak negatif terhadap lingkungan akibat penambangan tersebut bekerjasama dengan masyarakat sebagai pihak yang merasakan langsung. Pemerintah Provinsi Lampung dengan Balai Konservasi Sumberdaya Alam Provinsi Lampung harus menindak tegas setiap pelanggaran yang berdampak kelingkungan baik itu di Kawasan Cagar Budaya Gunung Anak Krakatau maupun di wilayah territorial Provinsi Lampung lainnya.
Kegiatan penambangan pasir dilakukan karena sumber pasir hitam yang tersedia di selat sunda melimpah. Selain itu izin pertambangan yang didapat PT LIP yaitu seharusnya berada 20 mil dari Gunung Anak Krakatau. Namun kenyataannya, masyarakat sering mendapati PT LIP menambang pasir berada kurang dari 1 mil dari Pulau Sebesi. Menimbang Peraturan yang ada tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang terdapat pada Undang-undang No. 1 Tahun 2014 bahwa “Perairan Pesisir adalah laut yang berbatasan dengan daratan meliputi perairan sejauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai, perairan yang menghubungkan pantai dan pulau-pulau, estuari, teluk, perairan dangkal, rawa payau, dan laguna”. Oleh karena itu, kegiatan tersebut sangat melanggar peraturan yang ada dan tentunya akan merusak sumberdaya alam di wilayah pesisir.
 Mengingat beberapa hal di atas yang dapat merusak lingkungan, perlu dilakukan penanganan oleh pihak terkait baik Pemerintah Provinsi Lampung, BKSDA Provinsi Lampung, dan Masyarakat sekitar. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk menanggulangi maupun menindak pelanggaran terhadap penambangan pasir laut yang memiliki dampak negatif bagi wilayah pesisir yaitu :
-    Pemerintah harus menindak tegas pelaku penambangan pasir liar maupun illegal sesuai kriteria dan Undang-undang yang berlaku.
-       Pihak BKSDA Provinsi Lampung harus melakukan pengawasan rutin terhadap segala bentuk kegiatan yang berada di wilayah perairan pesisir dalam bentuk patroli rutin.
-        Pemberian izin penambangan harus disertai AMDAL
-       Peran serta masyarakat pesisir untuk melaporkan kepada pihak berwajib maupun pemerintah provinsi terkait segala bentuk kegiatan penambangan yang berdampak negatif bagi lingkungan.
3.      Penutup
Kegiatan penambangan pasir laut yang dilakukan oleh PT LIP di kawasan Gunung Anak Krakatau memiliki dampak negatif terhadap lingkungan yaitu abrasi pantai, rusaknya ekosistem laut, dan pencemaran air laut. Perlu ditindaklajuti kegiatan semacam ini agar lingkungan pesisir Gunung Anak Krakatau terjaga, dalam hal ini Pemerintah Provinsi Lampung, BKSDA Provinsi Lampung, Masyarakat, Organisasi Berbasis Lingkungan, Kepolisian memiliki peran sebagai pengawas dan Penindaklanjut. Kegiatan penambangan pasir tersebut dilakukan karena potensi pasir hitam di selat sunda sangat melimpah. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya untuk menjaga agar ekosistem di laut aman. Beberapa upaya tersebut antara lain melakukan penindakan yang tegas terhadap pelanggaran, patrol rutin sebagai kegiatan pengawasan, peran serta masrakat dan organisasi berbasis lingkungan sebagai pengawas di lapangan.
4.      Referensi
Undang-undang No. 1 Tahun 2014 Tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Undang-undang No. 32 Tahun 2009 Tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Peraturan Daerah Provinsi Lampung No. 1 Tahun 2018 Tentang rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Pratama, A. K. 2019. “Pemprov Lampung Pastikan Penambangan Pasir di Perairan GAK Ilegal”. Dalam Tribun Lampung, 24 November 2019. Bandar Lampung.

0 comments:

Post a Comment

Kontak Saya

No. WhatsApp:

+62 852 9091 95XX

Alamat:

Kelurahan Tembalang, Kecamatan Tembalang,
Kota Semarang, Jawa Tengah

Email:

hendriseetiawan@gmail.com