Azas dan Prinsip Community Drvolpment (Pengembangan Masyarakat)
AZAS
DAN PRINSIP-PRINSIP COMMUNITY DEVOLPMENT (PENGEMBANGAN MASYARAKAT)
Oleh:
Fatkhul Rohman 1314071028
Hendri Setiawan 1314071028

JURUSAN
TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
LAMPUNG
2015
RESUME
Asas pengembangan masyarakat pada umumnya mengacu pada
kesejahteraan masyarakat yang menjadi tujuan utama.
ü
Azas
yang pertama yaitu komunitas dalam setiap proses pengambilan keputusan.
Sebagai sebuah metode pekerjaan sosial, pengembangan
masyarakat menunjuk pada interaksi aktif antara pekerjaan sosial dan masyarakat
dengan mana mereka terlibat dalam proses perencanaan , pelaksanaan, pengawasan
dan evaluasi suatu program pembangunan kesejahteraan sosial (PKS) atau usaha
kesejahteraan sosial (UKS) (Suharto, 2005).
Dari penjelasan yang saya kutip dari buku Edi
Suharto, Ph.D. bahwa masyarakat membutuhkan suatu metode untuk menuju
kesejahtaraan mereka. Peran komunitas sangat penting disini, kerana dalam
pelaksanaannya kominitas akan mengambil keputusan serta melaksanakan metode
tersebut. Artinya bahwa pengembangan masyarakat dalam memutuskan suatu masalah
harus dengan musyawarah atau membentuk suatu komunitas yang akan melaksanakan
metode ini.
ü Mengoptimalkan strategi komperhensif pemerintah, pihak
yang terkait, dan partisipasi masyarakat.
Secara khusus
pengembangan masyarakat berkenaan dengan upaya pemenuhan kebutuhan orang-orang
yang tidak beruntung atau tertindas, baik yang disebabkan oleh kemiskinan
maupun oleh diskriminasi berdasarkan kelas sosial, suku, gender, jenis kelamin,
usia, dan kecacatan (Suharto, 2005).
Pemerintah sendiri
mempunyai strategi untuk mengengkat derajat masyarakat yang dibawah. Seperti
dijelaskan di atas bahwa pengembangan masyarakat berhubungan dengan upaya untuk
membantu masyarakat kelas bawah. Selain itu juga partisipasi masyarakat dalam
hal ini sangat penting karena siapa lagi yang harus merubah perbedaan menjadi
kesatuan jika bukan masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, pihak yang
terlibat dalam pengembangan masyarakat setidaknya bisa membantu untuk
mewujudkan atau mengurangi kesenjangan antara komunitas satu dengan yang lain.
Maka dari itu, penting peran komunitas dalam proses pengembangan masyarakat untuk
lebih sejahtera.
ü
Membuka akses warga atas bantuan professional, teknis,
fasilitas, insentif lain untuk meningkatkan partisipatif warga.
Hasil penelitian Muchtar dkk. (2010) di Desa Sendangmulyo dan Desa Mlatirejo, Rembang, Jawa Tengah sebagai desa yang berbatasan langsung dengan hutan jati menunjukkan, meskipun dari sisi
ketersediaan fasilitas (jalan
desa, fasilitas pendidikan, dan fasilitas
kesehatan) relatif memadai karena ada
akselerasi pembangunan infrastruktur selama
kurun waktu lima tahun sebelumnya oleh
pemerintah daerah setempat. Akan tetapi,
dari sisi kehidupan warga di kedua desa
tersebut, masih memerlukan perhatian. Dari
hasil penelitian tersebut juga diperoleh informasi,
pada tahun 1998/1999-an, hutan jati yang
berbatasan langsung dengan ke dua desa tersebut
habis terjarah (warga), meskipun para penjarah
tersebut banyak dari luar ke dua desa tersebut (Muhtar, 2012).
Contoh di atas
sangat nyata dan masih butuh pengembangan masyarakat yang menyeluruh. Fasilitas
yang memadai belum menjamin mutu dari masyarakat di dalamnya. Pembangunan
fasilitas seperti akse jalan, pendidikan, dan kesehatan sudah cukup lumayan
untuk membuka akses warga untuk dapat membantu mensinergikan strategi
pemerintah untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera.
ü
Mengubah perilaku professional agar lebih peka pada
kebutuhan, perhatian, dan gagasan warga komunitas.
Pengembangan masyarakat lokal pada dasarnya
merupakan proses interaksi antara anggota masyarakat setempat yang difasilitasi
oleh pekerja sosial. Pekerja sosial membantu meningkatkan kesadaran dan
mengembangkan kemampuan mereka dalam mencapai tujuan – tujuan yang diharapkan.
Pengembangan masyarakat lokal lebih berorientasi pada “tujuan proses” (process
goal) dari pada tujuan tugas atau tijuan hasil (task or product goal) (Suharto,
2005).
Artinya gagasan di atas, bahwa tujuan dari
pengembangan masyarakat sendiri sebenarnya hanya menekankan pemberian fasilitas
bagi masyarakat agar mereka lebih peka untuk memenuhi kebutuhan. Selain itu,
proses dalam mencapai suatu tujuan lebh diutamakan karena dapat membantu
masyarakat belajar untuk mandiri, dan lebih selektif dalam mempriorotaskan
kepentingan atau keputusan yang dianggap sulit. Tentunya dalam hal ini peran
komunitas sangat dibutuhkan untuk mengambil keputusan secara musyawarah. Azas
pengembangan masyarakat sendiri sudah jelas bahwa dalam proses pengembangan
masyarakat harus disertai dengan partisipasi masyarakat itu sendiri dan
tentunya harus mendapat dukungan dari pemerintah sebagai salah satu pihak yang
terkait untuk mensejahterakan warga.
Prinsip-prinsip pengembangan masyarakat
ü Prinsip pemberdayaan masyarakat
Salah satu program
yang sering kali dilakukan oleh pekerja sosial dalam pengembangan masyarakat
adalah penigkatan kapasitas klien (capacity building). Pendidikan dan pelatihan
merupakan keahlian yang sangat penting dimiliki oleh pekerja sosial. Tujuan
program ini adalah untuk membimbing dan membantu klien dalam memperoleh
informasi, pengetahuan atau keterampilan yang berguna bagi kehidupannya.
Pekerja sosial umumnya memberikan pelajaran mengenai keterampilan-keterampilan
yang berkaitan dengan pengasuhan anak, komunikasi interpersonal, manajemen
stress, pencarian kerja, hidup mandiri. Pengajaran mereka diberikan kepada
klien, tenaga sukarela, teman sejawat atau peserta biasa. Pengajaran dilakukan
dalam konteks relasi personal, lokakarya, atau kelas formal. Beberapa pedoman
di bawah ini dapat membantu pekerja sosial menjadi pelatih yang baik:
1.
Mengajar
dan belajar berbeda. Kegiatan mengajar direncanakan dan dikontrol oleh guru,
tetapi belajar tidak. Belajar tergantung pada individuyang bersangkutan,
khususnya motivasi, kemampuan, dan kesiapannya.
2.
Apa
yang kita ajarkan dan pelajari menyangkut tiga kategori besar: pengetahuan,
keyakinan dan nilai-nilai, serta keterampilan.
3.
Orang
yang benar-benar terpelajar adalah orang yang belajar bagaimana belajar.
4.
Identifikasi
dan ajarkan terminologi dan konsep-konsep yang paling penting.
5.
Bantulah
orang belajar dengan mengembangkan keterampilan-keterampilan dan teknik-teknik
yang dapat menjebatani proses belajar. Keterampilan dan teknik tersebut
meliputi: membaca, menulis, komunikasi verbal, mendengarkan, manajemen waktu,
pemecahan masalah, perumusan tujuan, pembuatan keputusan, dan lain-lain.
6.
Ketika
merencanakan suatu pelajaran atau pelatihan dikelas, mulailah dengan
menganalisis karakteristik peserta (tahap pengembangan, pendidikan formal,
pengalaman kerja, pengalaman hidup, dan lain-lain) dan mengidentifikasi
pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan-keterampilan yang diharapkan atau
ingin dipelajari. Kemudian pilih atau rancang metode ang paling tepat atau
disukai.
7.
Review
dan kenali kurikulum dan bahan-bahan ajar yang sudah ada, namun yakini bahwa
materi tersebut perlu dimodifikasi. Materi dan metoda yang munkin tepat bagi kelompok
tertentu mungkin tidak sesuai untuk kelompok lainnya.
8.
Sampai
tingkat tertentu, gunakanlah pendekatan pengajaran yang dinamakan “learning by
doing” atau belajar sambil berbuat. Teknik ini secara aktif melibatkan pikiran
dan tubuh peserta didik (permainan peran,
latihan simulasi, debat, dan diskusi). Kurangi seminimal mungkin presentasi
yang bersifat formal.
9.
Ketika
mengajarkan suatu keterampilan, gunakan model yang dikenal dengan istilah
“lihatlah satu, lakukan satu, ajarkan satu”.
10. Beri penekanan untuk membantu peserta didik menggunakan
segera informasi, pengetahuan atau keterampilan yang baru diajarkan.
11. Evaluasi secara kritis pelajaran yang dilakukan oleh
kita. Bisa secara sederhana bertanya kepada peserta didik, apakah mereka
menyukainya. Kita bisa menilai apakah peserta didik belajar sesuatu yang baru
atau apakah mereka menggunakan pengetahuan dan keterampilan setelah kelas usai.
Kita juga bisa menilai apakah pengetahuan dan keterampilan yang baru berdampak
positif bagi kehidupan dan pekerjaannya (Suharto, 2005).
ü Partisipasi
Dari sisi etnis, warga Desa Sendangmulyo dapat dikatakan homogen, yakni etnis
Jawa. Dari sisi religi/kepercayaan/agama,
mayoritas memeluk agama
Islam, dan hanya terdapat dua
orang penganut Kristiani, dua orang menganut
Budha, dan empat orang penganut aliran
kepercayaan. Sistem agraris merupakan mayoritas
mata pencarian warga desa ini. Hubungan
kekerabatan pada warga Desa Sendangmulyo
ini meskipun dapat dikatakan telah
mengalami pergeseran sebagai akibat atau pengaruh
karena pengaruh teknologi-informasi khususnya,
namun sistim kekerabatan pada warga
desa ini dapat harmonis. Hal itu terlihat, masih terpeliharanya pranata sosial berupa
nilainilai positif yang
tetap lestari di masyarakat hingga
saat ini, yakni: sambatan ketika mengerjakan
lahan pertanian mengerjakan rumah.
Nilai-nilai yang sifatnya spiritual (baca: kepercayaan)
juga masih terpelihara secara baik
oleh warga di Desa Sendangmulyo ini, seperti:
selamatan/sedekahan/syukuran jika akan
menanam dan akan memanen padi, jika sapi
mereka beranak, jika mereka membeli motor,
dan lain sebagainya. Organisasi
sosial-kemasyarakatan di desa ini
antara lain: PKK, Karang Taruna, Kelompok Tani,
dan Organisasi Muslimat/Fatayat. Warga desa
ini secara turun temurun masih meyakini apa
yang mereka sebut sebagai “Resik Deso” (Bersih
Desa) yang dilakukan secara rutin pada
bulan Madilakir (Jumadil Akhir) dengan mengadakan
kesenian “Tayub”, jika tradisi itu ditinggalkan,
akan terjadi marabahaya (Muhtar, 2012).
Dari keterangan diatas jelas partisipasi dari masyarakat
sangat penting untuk terlaksananya pengembangan masyarakat yang dalam hal ini
masih dalam wilayah belum maju. Hal tersebut sangat bergantung pada kondisi
yang mendukung di wilayah itu, seperti tersedianya kelompok-kelompok pemuda
yang aktif di wilayah itu. Selain itu, sarana dan prasarana juga sangat
mendukung untuk terlaksananya proses pengembangan masyarakat.
ü Menghargai pengetahuan lokal
Dari
sisi etnis, warga Desa Sendangmulyo dapat
dikatakan homogen, yakni etnis Jawa. Dari
sisi religi/kepercayaan/agama, mayoritas memeluk
agama Islam, dan hanya terdapat dua
orang penganut Kristiani, dua orang menganut
Budha, dan empat orang penganut aliran
kepercayaan. Sistem agraris merupakan mayoritas
mata pencarian warga desa ini. Hubungan
kekerabatan pada warga Desa Sendangmulyo
ini meskipun dapat dikatakan telah
mengalami pergeseran sebagai akibat atau pengaruh
karena pengaruh teknologi-informasi khususnya,
namun sistim kekerabatan pada warga
desa ini dapat harmonis. Hal itu terlihat, masih
terpeliharanya pranata sosial berupa nilainilai positif
yang tetap lestari di masyarakat hingga
saat ini, yakni: sambatan ketika mengerjakan
lahan pertanian mengerjakan rumah.
Nilai-nilai yang sifatnya spiritual (baca: kepercayaan)
juga masih terpelihara secara baik
oleh warga di Desa Sendangmulyo ini, seperti:
selamatan/sedekahan/syukuran jika akan
menanam dan akan memanen padi, jika sapi
mereka beranak, jika mereka membeli motor,
dan lain sebagainya. Organisasi
sosial-kemasyarakatan di desa ini
antara lain: PKK, Karang Taruna, Kelompok Tani,
dan Organisasi Muslimat/Fatayat. Warga desa
ini secara turun temurun masih meyakini apa
yang mereka sebut sebagai “Resik Deso” (Bersih
Desa) yang dilakukan secara rutin pada
bulan Madilakir (Jumadil Akhir) dengan mengadakan
kesenian “Tayub”, jika tradisi itu ditinggalkan,
akan terjadi marabahaya (Muhtar,
2012).
Dari penjelasan diatas banya sekali kebudayaan dan
perbedaan yang terjadi di desa tersebut. Namun semua warganya saling
menghormati dan mengharagai satu sama lain. Selain merek cinta akan kebudayaan
yang ada, seperti “resik deso” dan “tayub”. Kebudayaan atau pengetahuan semacam
ini sekarang mulai langka dikalangan masyarakat.
DAFTAR
PUSTAKA
Suharto, Edi, Ph.D. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Refika
Aditama: Bandung.
Muhtar. 2012. Jurnal Pengembangan Masyarakat Dengan
Memanfaatkan Aspek Lokal.
0 comments:
Post a Comment