Metode-Metode Partisipatif dalam Pengembangan Masyarakat
METODE-METODE
PARTISIPATIF DALAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT
(Tugas Mata
Kuliah Pengembangan Masyarakat)
Oleh
Fatkhul
Rohman 1314071023
Hendri
Setiawan 1314071028
JURUSAN
TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
LAMPUNG
2015
1.
Pengantar
Indonesia merupakan negara majemuk dengan beragam suku
dan budaya. Pembangunan di Indonesia dewasa ini merujuk pada pembangunan yang
berbasis pada masyarakat. Pengembangan masyarakat merupakan salah satu upaya
dalam melakukan pembangunan. Pengembangan masyarakat menitikberatkan kepada
partisipasi masyarakat. Kegiatan swadaya yang dilaksanakan oleh masyarakat
memerlukan partisipasi masyarakat. Sinergi antara masyarakat dengan stakeholder
terkait seperti pemerintah dan pihak swasta diperlukan guna menunjang usaha
swadaya masyarakat. Tujuan dari usaha swadaya masyarakat adalah menigkatkan
taraf hidup masyarakat yang artinya berujung pada kesejahteraan dibidang
ekonomi dan sosial. Agar tercapai pembangunan yang efektif diperlukan inisiatif
dari masyarakat serta adanya pelayanan teknis untuk masyarakat.
Partisipasi masyarakat diperlukan untuk melakukan
program pengembangan masyarakat. Upaya untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat digunakan metode-metode partisipatif. Menurut Nasdian (2014)
terdapat tiga pendekatan pendampingan masyarakat yaitu pendekatan menolong diri
sendiri, pendampingan teknik, dan pendekatan konflik. Pendekatan menolong diri
sendiri menitikberatkan pada peran masyarakat sebagai partisipan dalam
melakukan kegiatan dan juga kontrol kegiatan, pendamping hanya sebatas
fasilitator. Pendekatan pendampingan teknik mendasarkan pada perkiraan
kebutuhan oleh para perencana yang dapat mengantarkan dan mengevaluasi proses
pengembangan masyarakat. Pendekatan konflik menekankan pada upaya-upaya untuk
menyadarkan masyarakat bahwa yang dilakukan oleh orang lain juga baik jika
dilakukan oleh masyarakat tersebut.
Pengembangan masyarakat memerlukan pendampingan yang
bersifat partisipatif. Nasdian (2014) membuat kriteria untuk pendampingan agar
dapat dikatakan pendampingan partisipatif. Kriteria tersebut adalah (1)
mengandung unsur perencanaan, implementasi, dan evaluasi; (2) dapat dipandang
sebagai alat yang berdiri sendiri dengan kekuatan dan kelemahannya; (3)
merupakan alat yang bersifat parsitipatif. Beberapa alat untuk melakukan
pendampingan partisipatif kepada masyarakat diantaranya adalah Technology of Participation (ToP), Environmental
Scanning (ES), Logical Frame Approach (LFA), Pariticipatory Impact Monitoring
(PIM), Focus Group Discussion (FGD), dan Zielobjective Orientierte
Project Palnning (ZOPP).
Menurut Rogers, partisipasi adalah tingkat
keterlibatan anggota dalam mengambil keputusan, termasuk dalam perencanaan.
Namun pada dasarnya Partisipasi berarti ikut serta, tetapi dalam bahasa kita
hampir tidak ada perbedaan antara kata tersebut sebagai kata kerja (to
participate) atau kata benda (participation). Asngari (2001: 29)
menyatakan bahwa, penggalangan partisipasi itu dilandasi adanya pengertian
bersama dan adanya pengertian tersebut adalah karena diantara orang-orang itu
saling berkomunikasi dan berinteraksi sesamanya. Dalam menggalang peran serta
semua pihak itu diperlukan : (1) terciptanya suasana yang bebas atau
demokratis, dan (2) terbinanya kebersamaan. Selanjutnya Slamet (2003: 8)
menyatakan bahwa, partisipasi masyarakat dalam pembangunan adalah sebagai ikut
sertanya masyarakat dalam pembangunan, ikut dalam kegiatan-kegiatan
pembangunan, dan ikut serta memanfaatkan dan menikmati hasil-hasil pembangunan.
Alasan mengapa keikutsertaan (partisipasi) masyarakat dikatakan penting pada
masa pembangunan sekarang, antara lain :
1) Kita sedang
berada dalam masa transisi dalam pembangunan era pertanian ke era
industri.
2)
Terciptanya demokrasi dan
keterbukaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
3)
Sebanyak 27 juta rakyat Indonesia
masih hidup dibawah garis kemiskinan
4)
Berkembangnya etos kerja yang
negatif
5) Masih
terjadi pemisahan golongan antara kaum elite dan kaum bawahan. (Joko, 2012)
Analisis proses partisipasi atau keikutsertaan
masyarakat ini menjadi sangat penting karena dengan demikian usaha komunikasi
program pembangunan ke dalam masyarakat akan memperoleh hasil yang maksimal.
Analisis yang di maksud adalah :
a)
Tahapan penumbuhan ide untuk
membangun dan perencannaan
Dalam tahap
ini kita harus melihat, apakah pelaksanaan program tersebut didasarkan ats
gagasan atau ide yang tumbuh dari kesadaran masyarakat serdiri atau diturunkan
dari atas. Jika datangnya dari masyarakat itu sendiri karena didorong
oleh tuntutan situasi dan kondisi yang menghimpitnya pada saat itu maka peran
aktif masyarakat akan lebih baik dan juga sebaliknya. Jika masyarakat
diikut libatkan di dalam proses perencanaan untuk membangun
daerahnya, maka dapat dpastikan bahwa seluruh anggota masyarakat merasa
dihargai sebagai manusia yang dihargai sebagai manusia yang memilki potensi dan
kemampuan sehingga mereka lebih mudah berperanserta aktif dalam melaksanakan,
melestarikan program pembangunan tersebut.
b)
Tahap pengambilan keputusan
Landasan
filosofi dalam tahap ini adalah bahwa setia orang akan merasa dihargai jika
mereka diajak untuk berkomprimi, memberikan pikiran-pikirannya dalam membuat
suatu keputusan untuk membangun diri, keluarga, daerah, bangsa dan negaranya.
Keikutsertaan anggota atau seseorang di dalam pengambilan suatu keputusan
secara psikososial telah memaksa anggota masyarakat yang bersangkutan untuk
turut bertanggungjawab dalam melaksanakan, mengembangkan setiap paket program
yang di komunikasikan. Mereka merasa memiliki tanggung jawab secara penuh
tehadap keberhasilan program yang dilaksanakan. Dengan demikian dalam diri
masyarakat akan tumbuh rasa tanggung jawab secara sadar kemudian berprakarsa
untuk berpartisipasi secara positif dengan penuh kesadaran.
c)
Tahap pelaksanaan dan evaluasi
Landasan
filosofi dalam tahapan ini adalah prinsip learning by doing dalam metode
belajar orang dewasa. Tujuan melibatkan masyarakat dalam tahap pelaksanaan
adalah agar masyarakat dapat mengetahi secara baik tentang cara-cara
melaksanakan program sehingga nantinya mereka secara mandiri mampu melanjutkan,
meningkatkan, serta melestarikan program pembangunan yang dilaksanakan. Tujuan
lainnya adalah untuk menghilangkan kebergantungan masyarakat terhadap pihak
luar (komunikator atau penyuluh). Sedangkan dalam hal mengevaluasi, masyarakat
diarahkan untuk mampu menilai sendiri dengan mengungkapkan tentang apa yang
mereka tahu dan apa yang mereka lihat. Mereka diberi kebebasan untuk menilai
sesuatu dengan apa yang ada dibenaknya, pengalaman, kelebihaan, kelemahan,
manfaat, hambatan dan faktor pelancar dari program tersebut.
d)
Tahap pembagian keuntungan
Tahap ini
menekankan pada tahap pemanfaatan program pembangunan yang diberikan secara
merata kepada anggota masyarakat. Pertimbangan pokok dalam menerapkan suatu
program jika dilihat dari aspek keuntungan ekonomis adalah program tersebut
akan memberikan kesuksesan secara ekonomis kepada anggotanya. (Joko, 2012)
a)
Alternatif metode partisipatif untuk
pengembangan masyarakat
Habermas
(1990), membedakan tiga jenis ilmu dan pengetahuan berdasarkan kepentingan atau
fungsinya, yaitu: pertama, empiris analitis, adalah membangun hubungan-hubungan
kausal yang mendasar dalam kepentingan untuk mengontrol alam dengan kepentingan
teknis menghasilkan informasi yang akan menambah penguasaan teknis
manusia. Kedua, historis hermeneutis, adalah kebutuhan manusia dalam
melakukan komunikasi yang penuh pengertian yang ditujukan untuk kepentingan
praktis dan menghasilkan interpretasi yang memungkinkan suatu orientasi bagi
tindakan praktis manusia ke dalam kehidupan bersama; dan ketiga, sosial kritis
ditujukan untuk kepentingan emansipatoris yang menghasilkan analisis yang
membebaskan kesadaran manusia dari kungkungan dominasi kekuasaan dan
struktural.
PAP sebagai
alternatif metode dalam pengembangan masyarakat yang memposisikan penguatan
modal sosial sebagai tujuan utama hendaknya ditempatkan ke dalam paradigma
historis-hermeneutis dan dalam beberapa kasus dapat mengarah kepada
sosial-kritis. Model penelitian aksi partisipatif (PAP) mulai banyak digunakan
oleh akademisi dan LSM di beberapa negara. Isu utama yang dikaji melalui metode
ini sebagian besar ditujukan untuk isu-isu organisasi petani miskin dan
masyarakat, pendidikan orang dewasa (andragogi) serta pemberdayaan masyarakat
miskin. Siklus PAP yang diawali dengan siklus sosial alamiah masyarakat secara
otomatis akan menggerakkan tubuh masyarakat. Hal ini sesuai dengan yang
dikatakan oleh Grunig (dalam Cutlip et al, 2000) bahwa terdapat tiga faktor
yang menggerakan masyarakat untuk berubah dari status laten menjadi berstatus aktif.
Ketiga faktor itu adalah:
1)
Pengenalan masalah menggambarkan
taraf ketika orang sadar bahwa ada sesuatu yang hilang atau keliru dalam sebuah
situasi, dan dengan demikian tahu bahwa mereka membutuhkan informasi.
2)
Pengenalan akan hambatan
menggambarkan taraf ketika orang melihat diri mereka dibatasi oleh faktor
eksternal versus melihat bahwa mereka dapat melakukan sesuatu yang berhubungan
dengan situasi itu. Jika orang berpendapat bahwa mereka dapat melakukan
perubahan atau memberi efek pada situasi masalah itu, mereka akan mencari
informasi untuk membuat rencana bertindak.
3)
Tingkat keterlibatan menggambarkan
taraf ketika orang melihat diri mereka terlibat dan dipengaruhi oleh sebuah
situasi. Dengan kata lain, semakin mereka melihat diri mereka terhubungkan
dengan suatu situasi, semakin mungkin mereka mengomunikasikannya.
Mengacu
pendapat Grunig tersebut, dapat disimpulkan bahwa aspek partisipasi masyarakat
merupakan hal penting dalam sebuah proses sosial. Partisipatif sebagai kata
kunci dalam PAP, merupakan prinsip utama dalam seluruh aktivitas membangunan
masyarakat dan diharapkan dapat menggerakkan masyarakat mulai dari awal proses
pembangunan sosial.
Pengalaman
empiris implementasi PAP di beberapa lokasi menggambarkan bahwa partisipasi
masyarakat semakin meningkat untuk senantiasa melakukan proses perbaikan
kondisi mereka, baik melalui mekanisme institusional maupun membangun trust,
nilai-nilai baru serta networking yang merupakan bagian dari modal sosial.
Implementasi PAP dalam pembangunan masyarakat yang dapat diamati adalah pada
penguatan kelembagaan masyarakat desa hutan dalam implementasi program
Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) di Pemalang dan Randublatung. Masih
jarangnya publikasi penerapan PAP di Indonesia baik karena minimnya penggunaan
PAP atau hanya karena masalah teknis publikasi membuat korelasi positif
penerapan PAP terhadap penguatan modal sosial masih lemah dalam tataran
empiris.
b)
Enviromental Sacanning (ES)
Menurut Hunger dan Wheelen (2000:53-54) : Environtmental
scanning is monitoring, evaluating and disseminating of information from the
external and internal environment to key people within the corporation. A
corporation uses this tool to avoid strategic surprise and to ensure its long
term health. Fahey dan Narayanan (dalam
Morrison, 1992) berpendapat bahwa environmental scanning yang efektif
seharusnya dapat membantu pembuat keputusan mengetahui perubahan potensial yang
terjadi di lingkungan eksternal mereka. Environmental scanning
menyediakan penyelidikan strategik yang berguna
dalam pemilihan keputusan strategi. Konsekuensi dari aktivitas ini adalah
bertambahnya pemahaman akan dampak dari
perubahan terhadap organisasi, membantu meramalkan, dan membawa harapan
perubahan yang baik dalam pembuatan keputusan.
Dari berbagai literatur yang ada, pada umumnya sebuah
organisasi melakukan environmental scanning dengan tujuan untuk :
a)
Memahami perubahan kekuatan
lingkungan, sehingga mereka mampu menempatkan diri dalam persaingan masa
mendatang.
b)
Menghindari keterkejutan,
identifikasi peluang dan ancaman, mencapai keunggulan kompetitif dan
mengembangkan perencanaan jangka pendek maupun jangka panjang.
c)
Untuk meningkatkan kesadaran para
manajer tentang kemampuan potensial yang be
d)
rpengaruh penting pada lingkungan
industrinya dan mengidentifikasi ada tidaknya peluang dan ancaman di sekitar
lingkungan.
e)
Untuk menghindari keterkejutan
strategi dan menjamin kesehatan jangka panjang perusahaan.
Proses analisis lingkungan external harus dilakukan
dengan dasar yang berkelanjutan. Proses ini meliputi empat kegiatan, yaitu :
a)
Scanning : mengidentifikasi
tanda-tanda awal perubahan lingkungan dan tren.
b)
Monitoring : menemukan arti melalui
observasi secara terus-menerus terhadap perubahan lingkungan dan tren.
c)
Forecasting : membuat proyeksi
perkiraan hasil berdasarkan perubahan dan tren yang dimonitor.
d)
Assessing : menentukan waktu dan
arti penting perubahan lingkungan dan tren terhadap strategi dan
manajemen perusahaan.
4. Logical Framework Approach (LFA).
Metode ini
telah diadopsi oleh banyak LSM dan lembaga donor dunia. Metode LFA dikembangkan
oleh Leon J. Rosenberg ketika dikontrak USAID pada tahun 1969. Practical
Concepts, Inc. sebuah perusahaan yang didirikan Rosenberg kemudian meluaskan
penggunaan metode ini di 35 negara.
LFA secara
meluas telah digunakan oleh beberapa lembaga donor bilateral maupun
multilateral seperti GTZ, SIDA, NORAD, DFID, UNDP dan EC. Pada 1990an, metode
ini yang seringkali disyaratkan agar digunakan pada proposal-proposal program,
akan tetapi, beberapa tahun belakangan sudah lebih menjadi sebagai suatu
pilihan.Sangat penting untuk membedakan dua istilah ini: Logical Framework
Approach (LFA) dan LogFrame (LF). Kedua istilah ini terkadang membingungkan. LFA
adalah metode desain proposal proyek, sedangkan LF adalah dokumen.
Beberapa
keunggulan Logical Framework Approach:
1.
Mewadahi pernyataan dari semua
komponen kunci dari suatu program. Ini sangat membantu khususnya saat ada
pergantian staff dalam program tersebut.
2.
Dapat menjelaskan dan merunut secara
logis bagaimana kemungkinan program itu bisa dimplementasikan.
3.
Membantu untuk mengenali skala
prioritas capaian program, serta memastikan jika input dan output program tidak
saling membingungkan antara satu dengan yang lain, dan mengidentifikasi
capaian-capaian diluar target yang sebelumnya tidak diketahui.
4.
Menyediakan suatu dasar untuk
melakukan monitoring dan evaluasi dengan mengidentifikasi indikator-indikator
kesuksesan, dan maksud dari suatu perhitungan atau penaksiran (angka).
5.
Menjelaskan hubungan-hubungan yang
mendasari penilaian terhadap efisiensi dan efektivitas program
6.
Mengidentifikasi faktor utama
terkait kesuksesan dari sebuah program.
7.
Mendorong pendekatan multidispliner
untuk persiapan dan pengawasan dari suatu program. (nanang-publicity.blogspot.com)
5. Participatory
Impact Monitoring (PIM)
PIM
merupakan alat analisis baru untuk mengelola suatu program, yang didesain untuk
proyek-proyek dalam bentuk kelompok atau organisasi yang mandiri, termasuk organisasi
masyarakat. Peran pendamping dalam metode PIM adalah memfasilitasi terwujudnya
PIM dalam proyek pengembangan masyarakat/ pengembangan komunitas. Prinsip
pendekatan Participatory Impact Monitoring harus ada kepercayaan dan keinginan
timbal balik untuk mengelola proyek dengan metode PIM Anggota masyarakat yang
terlibat dalam pelaksanaan PIM berkeinginan untuk menerima perubahan. -
Pendamping harus tegas dalam dukungan metodologi, dan diskusi harus dilakukan
oleh kelompok masyarakat itu sendiri.
6. Focus Group Discussion (FGD)
Focus
Group Discussion/FGD atau diskusi kelompok
terfokus merupakan suatu metode pengumpulan data yang lazim digunakan pada
penelitian kualitatif sosial, tidak terkecuali pada penelitian keperawatan.
Metode ini mengandalkan perolehan data atau informasi dari suatu interaksi
informan atau responden berdasarkan hasil diskusi dalam suatu kelompok yang
berfokus untuk melakukan bahasan dalam menyelesaikan permasalahan tertentu.
Data atau informasi yang diperoleh melalui teknik ini, selain merupakan
informasi kelompok, juga merupakan suatu pendapat dan keputusan kelompok
tersebut. Keunggulan penggunaan metode FGD adalah memberikan data yang lebih
kaya dan memberikan nilai tambah pada data yang tidak diperoleh ketika
menggunakan metode pengumpulan data lainnya, terutama dalam penelitian
kuantitatif (Lehoux, Poland, & Daudelin, 2006).
FGD
sebagai suatu metode pengumpulan data memiliki berbagai kelebihan/kekuatan dan
keterbatasan. Saat ini FGD menjadi populer sebagai salah satu alternatif dalam
mengumpulkan data kualitatif dalam berbagai penelitian keperawatan. Hal ini
terbukti dengan banyaknya publikasi keperawatan yang menggunakan metode
pengumpulan datanya melalui metode FGD.
Tulisan
ini membahas tentang definisi dan tujuan FGD sebagai metode pengumpulan data,
mengidentifikasi karakteristik metode FGD, menganalisis berbagai kekuatan dan
keterbatasan data/informasi yang diperoleh melalui metode FGD, dan penggunaan
metode FGD dalam penelitian keperawat.
Definisi
Dan Tujuan Metode Fgd
Pendefinisian
metode FGD berhubungan erat dengan alasan atau justifikasi utama penggunaan FGD
itu sendiri sebagai metode pengumpulan data dari suatu penelitian. Justifikasi
utama penggunaan FGD adalah memperoleh data/informasi yang kaya akan berbagai
pengalaman sosial dari interaksi para individu yang berada dalam suatu kelompok
diskusi. Definisi awal tentang metode FGD menurut Kitzinger dan Barbour (1999)
adalah melakukan eksplorasi suatu isu/fenomena khusus dari diskusi suatu
kelompok individu yang berfokus pada aktivitas bersama diantara para individu
yang terlibat didalamnya untuk menghasilkan suatu kesepakatan bersama.
Aktivitas para individu/ partisipan yang terlibat dalam kelompok diskusi
tersebut antara lain saling berbicara dan berinteraksi dalam memberikan
pertanyaan, dan memberikan komentar satu dengan lainnya tentang pengalaman atau
pendapat diantara mereka terhadap suatu permasalahan/isu sosial untuk
didefinisikan atau diselesaikan dalam kelompok diskusi tersebut.
Hal
senada tentang metode FGD, Hollander (2004), Duggleby (2005), dan Lehoux et al.
(2006) mendefinisikan metode FGD sebagai suatu metode untuk memperoleh produk
data/informasi melalui interaksi sosial sekelompok individu yang dalam
interaksi tersebut, sesama individu saling mempengaruhi satu dengan lainnya.
Lebih rinci, Hollander (2004) menjelaskan bahwa interaksi sosial sekelompok
individu tersebut dapat saling mempengaruhi dan menghasilkan data/informasi
jika memiliki kesamaan dalam hal, antara lain memiliki kesamaan karakteristik
individu secara umum, kesamaan status sosial, kesamaan isu/ permasalahan, dan
kesamaan relasi/hubungan secara sosial.
Metode
FGD banyak digunakan oleh para peneliti untuk mengeksplorasi suatu rentang
fenomena pengalaman hidup sepanjang siklus hidup manusia melalui interaksi
sosial dirinya dalam kelompoknya (Brajtman 2005, Oluwatosin 2005, van
Teijlingen & Pitchforth 2006).
Tujuan
utama metode FGD adalah untuk memperoleh interaksi data yang dihasilkan dari
suatu diskusi sekelompok partisipan/responden dalam hal meningkatkan kedalaman
informasi menyingkap berbagai aspek suatu fenomena kehidupan, sehingga fenomena
tersebut dapat didefinisikan dan diberi penjelasan. Data dari hasil interaksi
dalam diskusi kelompok tersebut dapat memfokuskan atau memberi penekanan pada
kesamaan dan perbedaan pengalaman dan memberikan informasi/data yang padat
tentang suatu perspektif yang dihasilkan dari hasil diskusi kelompok tersebut.
Karakteristik
Metode Fgd
Metode
FGD merupakan salah satu metode pengumpulan data penelitian dengan hasil akhir
memberikan data yang berasal dari hasil interaksi sejumlah partisipan suatu
penelitian, seperti umumnya metode-metode pengumpulan data lainnya. Berbeda
dengan metode pengumpul data lainnya, metode FGD memiliki sejumlah
karakteristik, diantaranya, merupakan metode pengumpul data untuk jenis
penelitian kualitatif dan data yang dihasilkan berasal dari eksplorasi
interaksi sosial yang terjadi ketika proses diskusi yang dilakukan para
informan yang terlibat (Lehoux, Poland, & Daudelin, 2006).
Karakteristik
pelaksanaan kegiatan FGD dilakukan secara obyektif dan bersifat eksternal. FGD
membutuhkan fasilitator/moderator terlatih dan terandalkan untuk memfasilitasi
diskusi agar interaksi yang terjadi diantara partisipan terfokus pada
penyelesaian masalah. Carey (1994) menjelaskan karakteristik pelaksanaan metode
FGD yaitu menggunakan wawancara semi struktur kepada suatu kelompok individu
dengan seorang moderator yang memimpin diskusi dengan tatanan informal dan
bertujuan mengumpulkan data atau informasi tentang topik isu tertentu. Metode
FGD memiliki karakteristik jumlah individu yang cukup bervariasi untuk satu
kelompok diskusi. Satu kelompok diskusi dapat terdiri dari 4 sampai 8 individu
(Kitzinger, 1996; Twin, 1998) atau 6 sampai 10 individu (Howard, Hubelbank,&
Moore,1999).
Karakteristik
permasalahan/isu yang dapat diperoleh datanya melalui metode FGD adalah isu/
masalah untuk memperoleh pemahaman tentang berbagai cara yang membentuk
perilaku dan sikap sekelompok individu atau untuk mengetahui persepsi, wawasan,
dan penjelasan tentang isu sosial yang tidak bersifat personal, umum, dan tidak
mengancam kehidupan pribadi seseorang (Lehoux, Poland, & Daudelin, 2006).
Dengan demikian, tidak semua permasalahan/isu dapat dikumpulkan datanya melalui
metode FGD.
Data
yang dikumpulkan melalui metode FGD pada umumnya berhubungan dengan berbagai
peristiwa atau isu-isu sosial di masyarakat yang dapat memunculkan stigma buruk
bagi individu atau kelompok tertentu. Informasi yang diperlukan dari individu
atau kelompok tersebut tidak memungkinkan diperoleh dengan metode pengumpulan
data lainnya. Namun, metode FGD kurang tepat untuk memperoleh topik/data yang
bersifat sangat personal seperti isu-isu sensitif kehidupan pribadi, status
kesehatan, kehidupan seksual, masalah keuangan, dan agama yang bersifat
personal (Kitzinger, 1996; Lehoux, Poland, & Daudelin, 2006).
Kekuatan
Dan Kelemahan Metode Fgd
Berbagai
penelitian kualitatif banyak menggunakan metode FGD sebagai alat pengumpulan
data. Sebagai salah satu metode pengumpulan data, metode FGD memiliki berbagai
kekuatan dan keterbatasan dalam penyediaan data/ informasi. Sebagai contoh,
metode FGD memberikan lebih banyak data dibanding dengan menggunakan metode
lainnya (Lehoux, Poland, & Daudelin, 2006). Kekuatan utama metode FGD
adalah kemampuan menggunakan interaksi antar partisipan untuk memperoleh
kedalaman dan kekayaan data yang lebih padat yang tidak diperoleh dari hasil
wawancara mendalam.
Carey
(1994) menjelaskan bahwa informasi atau data yang diperoleh melalui FGD lebih
kaya atau lebih informatif dibanding dengan data yang diperoleh dengan
metode-metode pengumpulan data lainnya. Hal ini dimungkinkan karena partisipasi
individu dalam memberikan data dapat meningkat jika mereka berada dalam suatu
kelompok diskusi. Namun, metode ini tidak terlepas dari berbagai tantangan dan
kesulitan dalam pelaksanaannya. Pelaksanaan yang optimal dari metode FGD masih
seringkali menjadi bahan perdebatan para ahli penelitian dan konsensus untuk
menyepakati metode FGD sebagai metodologi yang ideal dalam penelitian
kualitatif masih belum dicapai (McLafferty, 2004).
Metode
FGD berdasarkan segi kepraktisan dan biaya merupakan metode pengumpulan data
yang hemat biaya/tidak mahal, fleksibel, praktis, elaborasif serta dapat
mengumpulkan data yang lebih banyak dari responden dalam waktu yang singkat
(Streubert & Carpenter, 2003). Selain itu, metode FGD memfasilitasi kebebasan
berpendapat para individu yang terlibat dan memungkinkan para peneliti
meningkatkan jumlah sampel penelitian mereka. Dari segi validitas, metode FGD
merupakan metode yang memiliki tingkat high face validity dan
secara umum berorientasi pada prosedur penelitian (Lehoux, Poland, &
Daudelin, 2006).
Metode
FGD juga memiliki beberapa keterbatasan sebagai alat pengumpulan data. Dari
segi analisis, data yang diperoleh melalui FGD memiliki tingkat kesulitan yang
tinggi untuk dianalisis dan banyak membutuhkan waktu. Selain itu, kelompok
diskusi yang bervariasi dapat menambah kesulitan ketika dilakukan analisis dari
data yang sudah terkumpul. Pengaruh seorang moderator atau pewawancara juga
sangat menentukan hasil akhir pengumpulan data (Leung et al., 2005). Selanjutnya,
dari segi pelaksanaan, metode FGD membutuhkan lingkungan yang kondusif untuk
keberlangsungan interaksi yang optimal dari para peserta diskusi (Lambert &
Loiselle, 2008). Keterbatasan lainnya dari penggunaan metode FGD dapat terjadi
pada umumnya karena peneliti seringkali kurang dapat mengontrol jalannya
diskusi dengan tepat.
Aktivitas
para individu dalam bertanya dan mengemukakan pendapat cukup bervariasi,
terutama jika terdapat individu yang mendominasi diskusi kelompok tersebut
sehingga dapat mempengaruhi pendapat individu yang lain dalam kelompok.
Disinilah pentingnya peran peneliti sebagai fasilitator yang terlatih dan
terandalkan dalam kelompok untuk mencegah terjadinya hal tersebut di atas
(Steubert & Carpenter, 2003). Selain itu, Lambert dan Loiselle (2008)
menyatakan bahwa penggunaan metode FGD membutuhkan kombinasi dengan alat
pengumpulan data lainnya untuk meningkatkan kekayaan data dan menjadikan data
yang dihasilkan menjadi lebih bernilai dan lebih informatif untuk menjawab
permasalahan suatu penelitian.
Penggunaan
Metode Fgd Dalam Penelitian Keperawatan
Metode
FGD banyak digunakan pada berbagai studi sosial yang lebih kompleks, tidak
terkecuali pada area keperawatan yang banyak mempelajari berbagai keunikan
kehidupan sosial manusia sebagai kliennya. Penggunaan metode FGD banyak
dilaporkan penggunaannya dalam berbagai topik, pada area praktik manajemen
keperawatan maupun pendidikan keperawatan. Saat ini, metode FGD banyak
digunakan para manajer perawat dalam melakukan evaluasi berbagai program
pendidikan untuk para pasien (Leung et al., 2005). Di area pendidikan
keperawatan, Howard, Hubelbank,& Moore (1999) mempelajari evaluasi para
mahasiswa perawat setelah lulus dari pendidikan. Maclntosh (1993) mempelajari
berbagai strategi pembelajaran jarak jauh melalui kegiatan telekonferensi untuk
para mahasiswa perawat yang mengeksplorasi secara mendalam bagaimana para
mahasiswa perawat tersebut mempertahankan partisipasi kelas jauh mereka.
Selanjutnya, McKinley et al. (1997) juga mengembangkan alat ukur untuk
mengevaluasi tingkat kepuasan pasien yang memperoleh pelayanan keperawatan
prima.
Penggunaan
metode FGD juga telah dilaporkan di area penelitian keperawatan untuk
mempelajari fenomena kehidupan dan isu-isu sosial yang dialami manusia
sepanjang rentang kehidupan. Sebagai contoh, penggunaan metode FGD pada area
keperawatan komunitas telah digunakan oleh Oluwatosin (2005) dalam
mengembangkan alat pengkajian untuk mempelajari kesehatan suatu komunitas dan
Carey (1994) menggunakan metode FGD untuk mengeksplorasi kepercayaan dan
perilaku masyarakat terhadap AIDS. Powell et al. (1996) juga menggunakan metode
FGD untuk meningkatkan validitas dari suatu alat ukur kesehatan mental.
Peneliti lainnya yaitu Millar et al. (1996) telah mengumpulkan data tentang tingkat
kepuasan perawat dan kliennya terhadap pelayanan kesehatan melalui metode FGD.
7. Zielobjective Oriented Project Planning (ZOPP)
Perencanaan partisipatif melalui metode ZOPP ini
dilakukan dengan menggunakan empat alat kajian dalam rangka mengkaji keadaan
desa. Ada empat alat kajian dalam rangka mengkaji keadaan desa.
a) Kajian permasalahan, dimaksudkan untuk menyidik masalah
masalah yang terkait dengan suatu keadaan yang ingin diperbaiki melalui suatu
proyek pembangunan.
b)
Kajian
tujuan, untuk meneliti tujuan-tujuanyang dapat dicapai sebagai akibat dari
pemecahan masalah masalah tersebut.
c)
Kajian
alternatif (pilihan-pilihan), untuk menetapkan pendekatan
proyek yang paling member harapan untuk berhasil.
d) Kajian peran, untuk mendata berbagai pihak (lembaga, kelompok
masyarakat, dan sebagainya) yang terkait dengan proyek selanjutnya mengkaji
kepentingan dan potensi.
Melalui penggunaan alat kajian itu maka metode ZOPP
bertujuan untuk mengembangkan rancangan proyek yang taat azas dalam suatu
kerangka logis.
Metode ZOPP, dalam penerapannya dapat dikenali dari
ciri ciri utamanya. Dibawah ini tertera cirri ciri utama metode ZOPP:
a) Adanya kerja
kelompok, bahwa perencanaan dilakukan oleh semua pihak yang terkait dengan
proyek (mencirikan keterbukaan)
b)
Adanya peragaan, pada setiap tahap
dalam perencanaan direkam secara serentak dan lengkap serta dipaparkan agar
semua pihak selalu mengetahui perkembangan perencanaan secara jelas (mencirikan
keterbukaan).
c) Adanya
kepemanduan, yakni kerjasama dalam penyusunan perencanaan diperlancar oleh
orang atau sekelompok orang yang tidak terkait dengan proyek, tetapi membantu
untuk mencapai mufakat (mencirikan kepemanduan).
Metode ZOPP sangat mengandalkan pengetahuan, gagasan
dan pengalaman yang dikontribusikan oleh peserta. Beberapa prinsip dasar yang
penting dari metode ini adalah:
a) Kerjasama
semua para pihak akan lebih lancer dan produktif jika semua yang terlihat telah
menyetujui tujuan bersama dan mengemukakannya secara jelas.
b)
Dalam kerjasama pembangunan,
pemecahan atau penghapusan masalah harus diatasi dari akarnya-penyebabnya. Oleh
sebab itu perlu dilakukan analisis masalah serta sebab akibatnya. Dari situ
dapat dilakukan dirumuskan tujuan yang lebih realistis.
c) Masalah dan
penyebabnya tidak berada dalam isolasi, tetapi terkait dengan orang, kelompok
dan organisasi. Oleh sebab itu, kita hanya bias berbicara tentang masalah jika
kita meiliki pemahaman dan gambaran yang komprehensif tentang kepentingan dari
kelompok, individu dan institusi yang terlibat.
DAFTAR
PUSTAKA
Brajtman, S.
(2005). Helping the family through the experience of terminal
restlessness.
Journal of Hospice and Palliative Nursing, 7, 2, 73.
Cutlip,
S.M., Center, A.H., Broom, G.M., 2000, Effective Public Relations,
Eighth Edition, Prentice Hall International, Inc.
Habermas,
J., 1990, Ilmu dan Teknologi Sebagai Ideologi, LP3ES, Jakarta.
Howard, E.,
Hubelbank, J. & Moore, P. (1999). Employer evaluation of
graduates:
use of the focus group. Nurse Educator, 14(5), 38-41.
Joko .
2012. Metode Pengembangan Partisipasi. http://kube-jamur.blogspot.com
Diakses pada 30 April 2015.
Kitzinger, J.
(1994). The methodology of focus group interviews: the importance
of interaction between research
participants. Sociology of Health and Illness, 16, 103-121.
_________. (1996). Introducing focus groups. British Medical Journal, 311,
299-302.
Lehoux P., Blake P. & Daudelin, G.
(2006). Focus group research and ‘‘the
patient’s view’’. Social Science
and Medicine, 63, 2091-2104.
McLafferty, I.
(2004). Focus group interviews as a data collecting strategy.
Journal
of Advanced Nursing, 48, 187-194.
Merybude.
2012 http://ungubudeku.blogspot.com/ Diakses pada 30 April 2015
Nasdian. 2014. Pengembangan
Masyarakat. Jakarta (ID): Yayasan Pustaka Obor
Indonesia.
Setiadhi. 2005. Gotong Royong Rutin Berbuah Jalan Desa: Cerita Kemandirian
Masyarakat Amarasi, NTT. Surabaya
(ID): CESS dan JPIP.
Saya tidak bisa cukup berterima kasih kepada layanan pendanaan lemeridian dan membuat orang tahu betapa bersyukurnya saya atas semua bantuan yang telah Anda dan staf tim Anda berikan dan saya berharap untuk merekomendasikan teman dan keluarga jika mereka membutuhkan saran atau bantuan keuangan @ 1,9% Tarif untuk Pinjaman Bisnis. Hubungi Via:. lfdsloans@lemeridianfds.com / lfdsloans@outlook.com. WhatsApp ... + 19893943740. Terus bekerja dengan baik.
ReplyDeleteTerima kasih, Busarakham.