PEMBUATAN TEMPE KEDELAI (Laporan Mikrobiologi Hasil Pertanian)
PEMBUATAN TEMPE KEDELAI
(Laporan
Mikrobiologi Hasil Pertanian)
Oleh:
Kelompok
V
Hendri
Setiawan
1314071028
LABORATORIUM
MIKROBIOLOGI HASIL PERTANIAN
JURUSAN TEKNIK
PERTANIAN
FAKULTAS PETANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan, karena atas berkat dan rahmat-Nya
laporan Mikrobiologi
Hasil Pertanian ini dapat terselesaikan sesuai dengan waktu yang
telah ditentukan. Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat
mata
kuliah
Mikrobiologi
Hasil Pertanian di Fakultas Pertanian Universiatas Lampung.
Dalam kesempatan ini tidak lupa kami haturkan terima kasih kepada dosen,
koordinator praktikum, dan para Co. Assisten yang telah banyak membantu serta membimbing kami baik dalam praktikum maupun dalam penyusunan laporan ini. Kami menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih banyak kekurangannya baik dari segi isi, penampilan maupun teknik pengetikannya. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran-saran yang sifatnya membangun demi perbaikan dan
penyempurnaan laporan ini selanjutnya.
Akhirnya kami mengharap agar laporan ini dapat menjadi sumbangan ilmu
pengetahuan bagi rekan-rekan yang lain dan
juga
dapat menambah pengetahuan kita.
Bandar
Lampung, 16 Juni 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
COVER ………………………………………………………… i
KATA
PENGANTAR ………………………………………… ii
DAFTAR
ISI ………………………………………………………… iii
I.
PENDAHULUAN ………………………………………………… 1
1.1 Latar Belakang ………………………………………… 1
1.2 Tujuan ………………………………………………… 2
II.
TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………… 3
III.
METODE PENELITIAN ………………………………………… 8
3.1 Waktu dan Tempat ………………………………… 8
3.2 Alat dan Bahan ………………………………………… 8
3.3 Diagram Alir ………………………………………… 8
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………… 10
4.1 Hasil ………………………………………………… 10
4.2 Pembahasan ………………………………………… 11
V.
KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………… 17
5.1 Kesimpulan ………………………………………… 17
5.2 Saran ………………………………………………… 17
DAFTAR
PUSTAKA ………………………………………………… 18
LAMPIRAN ……………………………………………
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Bioteknologi terbagi menjadi 3
yaitu bioteknologi menggunakan mikroorganisme,
kultur jaringan, dan rekayasa genetika.
Bioteknologi yang menggunakan mikroorganisme (seperti bakteri,
kahmir (yeast), dan kapang) antara lain penemuan
dan penyelesaian masalah pangan, obat-obatan, pembasmi hama tanaman, pencemaran,
pembasmian hama tanaman, dan pemisahan logam dari biji logam. Salah satu penerapan
bioteknologi yang menggunakan jasa mikroorganisme untuk pangan adalah tempe. Siapa yang tak kenal tempe. Tempe yang menurut
kabarnya adalah makanan asli Indonesia dibuat dari fermentasi terhadap biji
kedelai atau beberapa bahan lain yang menggunakan beberapa jenis kapang Rhizopus ini banyak disuka.
Rasanya
yang lezat, harganya murah dan mudah
didapat. Apalagi sepotong tempe mengandung berbagai unsur bermanfaat,
seperti karbohidrat, lemak, protein, serat, vitamin, enzim, daidzein, genisten, serta komponen antibakteri
bermanfaat untuk kesehatan. Tempe makanan yang sering
dijumpai di rumah maupun di warung-warung,
sebagai pelengkap hidangan ternyata
memiliki kandungan dan nilai cerna yang lebih baik dibandingkan dengan kedelai. Oleh karena itu,
tempe sangat baik untuk diberikan kepada segala kelompok umur (dari bayi
hingga lansia), sehingga bisa disebut sebagai makanan semua umur. Karena
banyaknya manfaat dari tempe itulah maka saya tertarik untuk membuat
makalah tentang tempe ini.
Beberapa contoh makanan hasil
fermentasi adalah tempe, tauco, dan kecap yang dibuat dari kedelai, oncom dari
bungkil kacang tanah, ikan peda, terasi, sayur asin, keju dan yoghurt dari
susu, anggur minum, brem dan lain-lainnya. Pada proses pembuatan tempe, fermentasi berlangsung secara aerobik dan non alkoholik. Mikroorganisme yang berperan adalah kapang
(jamur), yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus
oligosporus, dan Rhizopus arrhizus.
1.2 Tujuan
Adapun dari kunjungan
industry kali ini adalah:
1.
Mahasiswa mengetahui
proses pembuatan tempe
2.
Mahasiswa mampu
mengidentifikasi fermentasi kapang pada tempe
3.
Mampu menganalisis dan memahami prinsip fermentasi yang terjadi pada kedelai
hingga menjadi tempe
II
TINJAUAN PUSTAKA
Tempe adalah sumber protein yang penting bagi pola makanan di Indonesia,
terbuat dari kedelai. Pembuatan tempe
dilakukan sebagai berikut : kedelai kering dicuci, direndam semalam pada suhu
250C esok paginya kulit dikeluarkan dan air rendam dibuang. Kedelai lalu dimasak selama 30 menit. Sesudah itu didinginkan, diinokulasikan
dengan spora Rhizopus oligosporus dan
Rhizopus oryzae, ditaruh dalam panci
yang dangkal dan diinkubasikan pada suhu 300C selama 20 - 24
jam. Dalam waktu itu kedelai terbungkus
sempurna oleh mycelia putih dari jamur.
Sekarang tempe siap untuk dikosumsi.
Cara penyajiannya adalah tempe dipotong-potong, direndam sebentar dalam
garam lalu digoreng dengan minyak nabati.
Hasilnya adalah tempe yang berwarna coklat dan kering. Dapat juga dimakan dalam bentuk mempunyai
kuah atau dengan kecap (Wirakartakusumah,1992).
Tempe
merupakan bahan makanan hasil fermentasi kacang kedelai atau jenis
kacang-kacangan lainnya menggunakan jamur Rhizopus oligosporus dan Rhizopus
oryzae. Tempe umumnya dibuat secara tradisional dan merupakan sumber
protein nabati. Tempe mengandung berbagai nutrisi yang diperlukan oleh tubuh
seperti protein, lemak, karbohidrat, dan mineral. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa zat gizi tempe lebih mudah dicerna, diserap, dan dimanfaatkan
tubuh. Hal ini dikarenakan kapang yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis
senyawa-senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana yang mudah dicerna oleh
manusia (Kasmidjo, 1990).
Tempe
merupakan makanan hasil fermentasi tradisional berbahan baku kedelai dengan
bantuan jamur Rhizopus oligosporus. Mempunyai ciri-ciri berwarna putih,
tekstur kompak dan flavor spesifik. Warna putih disebabkan adanya miselia jamur
yang tumbuh pada permukaan biji kedelai. Tekstur yang kompak juga disebabkan
oleh miselia-miselia jamur yang menghubungkan antara biji-biji kedelai
tersebut. Terjadinya degradasi komponen-komponen dalam kedelai dapat
menyebabkan terbentuknya flavor spesifik setelah fermentasi (Kasmidjo, 1990).
Tempe
adalah produk fermentasi yang amat dikenal oleh masyarakat Indonesia dan mulai
digemari pula oleh berbagai kelompok masyarakat Barat. Tempe dapat dibuat dari
berbagai bahan. Tetapi yang biasa dikenal sebagai tempe oleh masyarakat pada
umumnya ialah tempe yang dibuat dari kedelai (Kasmidjo, 1990). Tempe mempunyai
ciri-ciri putih, tekstur kompak. Pada dasarnya cara pembuatan tempe meliputi
tahapan sortasi dan pembersihan biji, hidrasi atau fermentasi asam,
penghilangan kulit, perebusan, penirisan, pendinginan, inokulasi dengan ragi
tempe, pengemasan, inkubasi dan pengundukan hasil. Tahapan proses yang
melibatkan jamur dalam pembuatan tempe adalah saat inokulasi atau fermentasi.
Kualitas
tempe amat dipengaruhi oleh kualitas starter yang digunakan untuk inokulasinya.
Inokulum tempe disebut juga sebagai starter tempe, dan banyak pula yang
menyebutkan dengan nama ragi tempe. Starter tempe adalah bahan yang mengandung
biakan jamur tempe, digunakan sebagai agensia pengubah kedelai rebus menjadi
tempe akibat tumbuhnya jamur tempe pada kedelai dan melakukan kegiatan
fermentasi yang menyebabkan kedelai berubah sifat/karakteristiknya menjadi
tempe (Kasmidjo, 1990).
Inokulum
tempe disebut juga dengan starter tempe dan banyak pula yang menyebut dengan
nama ragi tempe. Starter atau inokulum tempe adalah bahan yang mengandung
biakan jamur tempe, digunakan sebagai agensia pengubah kedelai rebus menjadi
tempe akibat tumbuhnya jamur tempe pada kedelai dan melakukan kegiatan
fermentasi yang menyebabkan kedelai berubah sifat karakteristiknya menjadi
tempe (Kasmidjo, 1990). Menurut Sarwono (1982),
inokulum tempe atau laru adalah kumpulan spora kapang tempe yang digunakan
sebagai bahan pembibitan dalam pembuatan tempe.
Inokulum
tempe juga dapat diperoleh dengan berbagai cara antara lain (Kasmidjo, 1990) :
1. Berupa tempe dari batch sebelumnya,
yang telah mengalami sporulasi.
2. Berupa
tempe segar, yang dikeringkan dibawah sinar matahari atau yang mengalami
liofilisasi.
3. Berupa
ragi tempe, yaitu pulungan beras (bentuk bundar pipih atau bulatan-bulatan
kecil) yang mengandung miselia dan spora jamur tempe.
4. Sebagai
biakan murni R. oligosporus yang disiapkan secara aseptis oleh lembaga
riset atau lembaga pendidikan (Kasmidjo, 1990).
5. Inokulasi
tempe yang disiapkan dengan cara menempatkan potongan daun dalam bungkusan
tempe yang sedang mengalami fermentasi.
Inokulum tempe yang telah dikenal oleh masyarakat saat ini adalah usar dan inokulum
bubuk buatan LIPI. Usar merupakan inokulum tempe yang
dibuat dari kedelai yang
telah diberi ragi dan diletakkan diantara dua
lapis daun waru. Dalam pembuatan usar, proses pengeringannya
dilakukan di tempat terbuka sehingga jumlah bakteri kontaminan pada usar lebih banyak
dibandingkan inokulum bubuk. Inokulum bubuk buatan LIPI merupakan biakan R. Oligosporus
yang dibiakan
pada
media
beras
yang telah
masak kemudian
dikeringkan
lalu
digiling
(Kasmidjo, 1990).
Secara
tradisional, inokulum dibuat dengan berbagai cara. Ada yang menggunakan bekas pembungkus tempe, atau menggunakan tempe itu sendiri,
menggunakan tempe yang dikeringkan ataupun tempe yang diiris tipis-tipis kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari. Metode lainya adalah menggunakan daun pisang, daun waru, daun jati yang ditumbuhi dengan jamur
tempe kemudian dikeringkan.
Penggunaan beras dan singkong juga pernah dilaporkan (Hermana,1971).
Tempe kedelai
mengandung senyawa antioksidan yang
salah satunya
adalah genistein. Perbedaan
perlakukan
pada proses pembuatan akan menghasilkan
tempe yang berbeda pula. Proses pembuatan
tempe bersifat
khas di setiap kota. Masyarakat
tidak hanya mengkonsumsi
tempe
ketika masih segar, tetapi juga
tempe ketika sudah
busuk, sebagai lauk
pauk dan campuran sayur". Berdasarkan penelitian diperoleh bahwa dari 200 gram tempe
segar dihasilkan tempe busuk sekitar 250 gram" Setiap 200 gram sampel tempe,
menghasilkan ekstrak metanol
sekitar 0,883 gram untuk tempe segar dan 1,676 gram untuk tempe busuk" Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap 200 gram sampel tempe
dalam
ekstrak metanol
mengandung senyawa
genistein sekitar 47,9 g pada tempe
segar
dan 4635,7 g pada tempe
busuk.
Kontribusi daya antioksidan
senyawa
genistein dalam
ekstrak metanol sekitar 17,5% pada tempe segar dan sekitar 25% pada tempe busuk (Novi, 2007).
Selama proses fermentasi berlansung terjadi perubahan sifat fisiko-kimia
pada tempe. Pada perubahan fisik,
kedelai akan mengalami perubahan
terutama tekstur. Tekstur kedelai
akan menjadi semakin lunak
karena terjadi penurunan selulosa menjadi bentuk yang lebih sederhana. Hifa
kapang juga mampu menembus permukaan kedelai sehingga
dapat menggunakan nutrisi
yang ada pada biji
kedelai. Hifa kapang akan mengeluarkan berbagai
macam enzim ekstraseluler dan menggunakan
komponen biji kedelai sebagai sumber
nutrisinya (Hidayat,
2008).
Perubahan
fisik lainnya adalah peningkatan jumlah
hifa kapang yang menyelubungi kedelai.
Hifa ini berwarna putih
dan semakin lama
semakin
kompak sehingga mengikat kedelai yang satu dengan kedelai lainnya menjadi satu
kesatuan. Pada tempe yang baik akan tampak hifa yang rapat dan
kompak serta mengeluarkan aroma yang enak (Kasmidjo, 1990).
Perubahan
kimia pada tempe karena adanya
bantuan protein yang menghasilkan enzim proteolitik yang menyebabkan degradasi protein kedelai menjadi asam amino, sehingga nitrogen terlarut meningkat
dari 0,5 menjadi 2,5%. Adanya lemak menyebabkan kapang
akan menguraikan sebagain besar lemak dalam kedelai selama fermentasi.
Pembebasan asam lemak
ditandai dengan meningkatnya angka asam
50-70 kali setelah fermentasi. Adanya karbohidrat akan didegradasi oleh kapang
Rhizopus oligosporus yang memproduksi
enzim pendegradasi karbohidrat seperti amilase, selulase
atau xylanase. Selama fermentasi,
karbohidrat akan berkurang
karena dirombak menjadi
gula-gula sederhana. Kedelai atau Glycine max (L)
Merr termasuk familia Leguminoceae, sub famili Papilionaceae,
genus Glycine max, berasal dari jenis kedelai liar yang disebut
Glycine unriensis ( Samsudin,
1985 ).
Menurut Ketaren (1986), secara fisik setiap kedelai berbeda dalam hal warna, ukuran dan komposisi kimianya. Perbedaan secara fisik
dan kimia tersebut
dipengaruhi oleh varietas dan kondisi dimana kedelai tersebut dibudidayakan. Biji kedelai tersusun atas tiga
komponen utama, yaitu kulit biji, daging (kotiledon), dan hipokotil dengan perbandingan 8:90:2.
Sedangkan komposisi kimia kedelai adalah 40,5% protein,
20,5% lemak, 22,2%
karbohidrat,
4,3% serat kasar, 4,5% abu,
dan 6,6% air
(Snyder and
Kwon, 1987).Kandungan lemak kedelai sebesar 18-20 % sebagian besar terdiri
atas asam lemak (88,10%). Selain itu, terdapat senyawa fosfolipida (9,8%) dan glikolipida (1,6%) yang
merupakan komponen utama membran sel.
Kedelai merupakan
sumber asam lemak
essensial linoleat
dan
oleat (Smith, 1978).
III METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum
Mikrobiologi Hasil Pertanian dengan judul Pembuatan Tempe Kedelai dilaksanakan
pada hari Minggu, 08 Juni 2014 pada pukul 08:00–selesai WIB yang bertempat
diindustri pembuatan tempe milik bapak Fitrah di desa Karyamukti Kecamatan Sekampung
Kabupaten Lampung Timur.
3.2 Alat dan Bahan
Alat-alat
yang digunakan pada proses pembuatan tempe ini adalah tong tempat merebus
tempe, selang, gayung, rinjing, bak penampungan air, lilin, besi runcing,
plastik.
Bahan
yang digunakan untuk membuat tempe pada praktikum ini adalah kacang kedelai,
ragi, air.
3.3 Diagram alir
![]() |
![]() |
IV. HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
No
|
Perlakuan
|
Hasil (Gambar)
|
1
|
Perebusan
|
![]() |
2
|
Pemberian obat lendir
|
![]() |
3
|
Pencucian dan penggilasan
|
![]() |
4
|
Pemberian ragi
|
![]() |
5
|
Pembungkusan
|
![]() |
6
|
Sudah Menjadi Tempe
|
![]() |
4.2 Pembahasan
4.2.1
Proses Pembuatan Tempe
Pada kunjungan ini, akan melakukan pembuatan tempe
dengan bahan dasar kacang kedelai. Proses pembuatan diawali dengan perendam
kedelai selama 1-2 jam. Perendaman ini bertujuan untuk melunakkan biji agar
mudah terlepas dari kulitnya. Proses selanjutnya yaitu dilakukan perebusan pada
kacang kedelai. Sebelum perebusan kedelai yang direndam ditiriskan. Setelah
itu, kedelai dimasukkan ke dalam tong besar tempat untuk merebus yang
dibawahnya terdapat api yang membara. Perebusan ini membutuhkan waktu 2-4 jam
tergantung kematangan kedelai. Pada perebusan kedelai jangan terlalu lunak
karena jika sudah menjadi tempe, maka tempe akan masam bahkan bias busuk.
Setelah perebusan selesai dengan bau khas kedelai akan muncul lender-lendir.
Kemudian kedelai yang sudah direbus ditiriskan
kembali. Selanjutnya kedelai hasil tirisan dimasukkan kembali ke dalam tong
perebusan untuk dicampur kembali dengan obat lendir untuk tempe. Obat tersebut
yang membuat tempe lebih enak rasanya. Pross ini membutuhkan waktu selama 1
malam. Namun proses ini tidak membutuhkan bara api, hanya perendaman saja
dengan obat lendir. Agar obat menyerap proses ini membutuhkan waktu yang lama.
Setelah melalui proses selama semalam kedelai diangkat
dari tong yang didalamnya sudah terdapat lendir. Sebelum melakukan pengangkatan
pastikan kedelai pada kondisi sudah dingin dan benar-benar menyerap obat tadi.
Jika diangkat pada kondisi panas akan berpengaruh pada temped an akan menjadi
masam dan bahkan bias menjadi busuk. Kemudian kedelai ditiriskan di rinjing bertujuan
agar lendir hilang. Setelah itu kedelai dibersihkan dari lendir dan kotoran.
Pencucian membutuhkan air yang lumayan banyak. Setelah dicuci kedelai dibelah
menjadi dua bagian dengan cara digilas. Penggilasan dilakukan dengan cara
diinjak-injak. Pada pembuatan tempe yang sudah modern sudah menggunakan alat
yang modern juga. Pada penggilasan yang modern sudah menggunakan alat sendiri. Kedelai
dicuci sampai bersih sambil digilas. Sebelum penggilasan kaki dicuci bersih
dengan antiseptic agar tidak ada kuman. Setelah pencucian selesai dan dirasa
kedelai sudah terbelah menjadi dua dan sudah bersih, kedelai ditiriskan lagi
selama 1 jam agar kedelai tidak basah saat pemberian ragi.
Setelah penirisan selesai, kemudian kedelai dicampur
dengan ragi. Kemudian sesudah pemberian ragi selesai selanjutnya kedelai
dibungkus dengan plastik atau daun pisang. Sebelum pembungkusan dimulai plastik
harus dilubangi dengan besi runcing agar proses fermentasi bisa berlangsung.
Proses fermentasi juga membutuhkan oksigen. Tujuan dari pelubangan adalah agar
oksigen masuk ke dalam plastik yang sudah terisi tempe yang dicampur ragi.
Setelah proses pembungkusan selesai, tempe disusun rapi di atas tempat yang
terbuat dari bambu. Seperti pada gambar di bawah ini :

Proses selanjutnya yaitu tempe disusun di atas bambu
seperti gambar di atas agar kondisinya panas. Setelah sekitar 12 jam tempe
diangkat. Kemudian di tunggu sampai menjadi tempe.
4.2.2 Profil Industri
Pada kunjungan ini, akan melakukan kunjungan ke
industri tempe. Pada kali ini saya melakukan kunjungan ke Sekampung Lampung
Timur. Industri ini termasuk industry rumahan. Pemilik industry ini adalah
Bapak Fitrah dan Ibu Anis yang memiliki seorang anak yang bernama Naura. Industri
ini bertempat di Desa Karyamukti Kecamatan Sekampung Lampung Timur. Bapak
Fitrah memulai membuat tempe sejak umur 15 tahun ikut ayahnya yang kebetulan
memiliki industry tempe juga. Keahlian itu diwariskan kepada Bapak Fitrah.
Dirasa sudah mampu, akhirnya Bapak Fitrah membuka usaha sendiri setelah
menikah. Awal mula berusaha Bapak Fitrah dan istrinya bertempat di Desa Mekar
Mukti Sekampung Lampung Timur selama 3 tahun. Di Desa itu Bapak Fitrah cukup
berhasil dengan usahanya. Dirasa ingin membuka usaha yang lebih besar akhirnya
Bapak Fitrah berpindah ke Desa Karyamukti untuk memulai usaha lagi sampai
sekarang sudah berjalan selama 4 tahun.
4.2.3 Ragi atau Inokulum
Inokulasi dilakukan dengan penambahan
inokulum, yaitu ragi tempe atau laru. Inokulum dapat
berupa kapang yang tumbuh dan dikeringkan pada daun waru atau daun jati (disebut usar; digunakan secara tradisional),
spora kapang tempe dalam medium tepung (terigu, beras, atau tapioka; banyak
dijual di pasaran), ataupun kultur R.
oligosporus murni (umum digunakan oleh pembuat tempe di luar Indonesia). Inokulasi
dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu (1) penebaran inokulum pada permukaan
kacang kedelai yang sudah dingin dan dikeringkan, lalu dicampur merata sebelum
pembungkusan; atau (2) inokulum dapat dicampurkan langsung pada saat
perendaman, dibiarkan beberapa lama, lalu dikeringkan (Astawan, 2003).Ragi
tempe merupakan bibit
jamur yang akan digunakan dalam pembuatan tempe. Ragi yang disimpan terlalu
lama akan mengurangi keaktifannya, karena itu pada pembuatan tempe sebaiknya
digunakan ragi yang belum lama disimpan agar dalam pembuatan tempe tidak
mengalami kegagalan. Mikroba yang berperan dalam proses pembuatan tempe adalah Rhizopus oligosporus.
Pada kunjungan ini ragi yang digunakan yaitu terbuat
dari media jagung yang dibuat tepung kemudian dicampur ragi asli. Pencampuran
in bertujuan agar penggunaan ragi dapat diminimalisir dengan pencampuran tepung
jagung ini. Proses pemberian ragi pada saat kedelai sudah ditiriskan dari air
dan dijamin bersih dari kotoran. Dalam memberikan ragi jangan terlalu banyak
atau tidak sesuai ukuran kare na tempe nantinya bias busuk dan tidak enak.
Takaran untuk pemberian ragi yaitu 1 sendok makan untuk sepuluh kilogram.
4.2.4 Produksi
Setiap industri apapun pasti memiliki hasil produksi
maupun itu untung dan rugi. Dalam
melakukan usahanya Bapak Fitrah tentunya tidak mau rugi, dengan strategi yang
mumpuni Bapak Fitrah mampu untung setiap produksinya. Setiap pembuatan tempe
Bapak Fitrah memproduksi 50 kg kacang kedelai. Harga kedelai sekarang mencapai
Rp.840.000,- per 100 kg. Untuk plastik yang digunakan bapak Fitrah ada dua
macam yaitu ukuran kecil 11x13 yang dijual per tempenya Rp.400,- kepada pembeli
atau diwarung-warung, dan ukuran sedang 11x15 yang dijual per tempenya Rp.800,-
ditiap warung juga. Untuk biaya plastik bapak Fitrah mengeluarkan biaya sekitar
Rp.50.000,-. Jika ada pembeli yang dating kerumahnya harganya yang kecil
Rp.500,- dan yang sedang Rp.1000,-. Untuk raginya bapak Fitrah Membelinya
perbungkus Rp.10.000,- dan kemudian dicampur tepung jagung. Untuk mengelem
plastik bapak Fitrah menggunakan lilin yang harga per batangnya Rp.1.000 .
Dalam setiap produksi bapak Fitrah mampu menghasilkan
2800 bungkus setiap 50 kg kacang kedelai dengan ukuran kecil 2000 bungkus dan
ukuran sedang 800 bungkus. Dengan modal hanya sekitar Rp1.000.000,- bapak
Fitrah bisa maraih keuntungan mencapai Rp.900.000,- lebih jika semuanya
disetorkan ke warung. Namun jika pembeli langsung dating ke rumah herga lain
lagi dan keuntungan akan lebih banyak lagi. Bapak Fitrah menjual hasil produksi
tempenya dengan cara menyetorkan tiap-tiap warung atau pembeli yang sudah
menjadi langganan khususnya di Karyamukti. Namun bapak Fitrah juga sering
mengalami kerugian akibat tikus yang menggrogoti tempe sehingga tempe tidak jadi
atau busuk, akibatnya tidak bias dijual.Dalam sekali penjualan tempe tidak
pasti habis. Oleh karena itu, jika tempe tidak habis aan dijual ke pasar setiap
sela dan minggu. Jangkauan tempe bapak Fitrah sudah melalui empat desa yaitu
Karyamukti, Mekarmukti, Purwodadi Mekar, dan kadang Trimukti.
4.2.5 Proses Farmentasi Tempe
Suhu inkubasi selama proses fermentasi tempe berkisar
antara 250C-300C, dengan kelembaban relatif (RH) 70%-85% dan waktu inkubasi
selama 24-48 jam. Lama fermentasi (4.2048) yang cukup memberi pengaruh langsung
terhadap kualitas tempe, apabila waktu fermentasinya kurang maka tempe yang
terbentuk strukturnya tidak padat, warnanya tidak putih keabu-abuan dan tidak
berbau khas tempe. Hasil analisis terhadap 83 responden menunjukkan bahwa 39.8%
menyatakan sangat setuju lama fermentasi berpengaruh terhadap kualitas tempe,
41.0% setuju, dan 19.3% menyatakan ragu-ragu. Lama fermentasi juga berkorelasi
sangat nyata (signifikan) dengan suhu fermentasi (0.417), pematusan air dan
pendinginan (0.367), bahan pembukus plastik (0.280) dan ruang fermentasi
(0.341) (Shurtleff,1979).
Suhu fermentasi (0.433) member pengaruh langsung
terhadap lama fermentasi, keduanya berhubungan secara kausal (sebabakibat),
sebab suhu fermentasi meningkat,karena waktu fermentasi yang semakin lama. Lama
fermentasi berbanding lurus dengan suhu fermentasi. Lama fermentasi yang
optimum supaya dicapai suhu yang optimum untuk proses fermentasi adalah selama
24-48 jam, dengan waktu inkubasi sebesar itu akan dicapai suhu fermentasi sebesar
250C-300C. Faktor lain yang memberi pengaruh langsung terhadap lama fermentasi
adalah perebusan kedelai ke 1 (0.474) dan ke 2 (-0.368), secara umum tujuan
perebusan adalah untuk memudahkan hidrasi air ke dalam biji kedelai dan membuat
beberapa senyawa kompleks berantai panjang seperti protein dan karbohidrat
berubah menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana dengan rantai yang lebih
pendek sehingga menjadi nutrisi yang mudah larut (soluble nutrients)
serta menginaktifkan mikroorganisme yang tidak dikehendaki selama proses fermentasi.
Perebusan juga membuat senyawa trypsin inhibitor terdenaturasi, senyawa
ini dalam keadaaan aktif bisa menjadi faktor anti nutrisi (anti-nutritional
factor). Pada proses perebusan ke 2, disamping dilakukan pemanasan juga dilakukan
pendinginan dengan meniupkan udara sehingga kedelai menjadi kering angin (drained
and dried ) (Shurtleff,1979).
Penurunan
pH biji kedelai tidak menghambat pertumbuhan jamur tempe, tetapi dapat
menghambat pertumbuhan bakteri-bakteri kontaminan 39 yang bersifat pembusuk.
Proses fermentasi selama perendaman yang dilakukan bakteri mempunyai arti
penting ditinjau dari aspek gizi, apabila asam yang dibentuk dari gula
stakhiosa dan rafinosa. Keuntungan lain dari kondisi asam dalam biji adalah
menghambat kenaikan pH sampai di atas 7,0 karena adanya aktivitas proteolitik
jamur dapat membebaskan amonia sehingga dapat meningkatkan pH dalam biji. Pada
pH di atas 7,0 dapat menyebabkan penghambatan pertumbuhan atau kematian jamur
tempe. Dalam biji kedelai terdapat komponen yang stabil terhadap pemanasan dan
larut dalam air bersifat menghambat pertumbuhan Rhizopus oligosporus,
dan juga dapat menghambat aktivitas enzim proteolitik dari jamur tersebut. Hal
ini menunjukkan bahwa perendaman dan pencucian sangat penting untuk menghilangkan
komponen tersebut. Proses hidrasi terjadi selama perendaman dan perebusan biji.
Makin tinggi suhu yang dipergunakan makin cepat proses hidrasinya, tetapi bila
perendaman dilakukan pada suhu tinggi menyebabkan penghambatan pertumbuhan
bakteri sehingga tidak terbentuk asam ( Hidayat, 2008). Proses fermentasi dilakukan dengan inokulum 1%.
Campuran kedelai dan inokulum yang homogen dituang dalam cawan petri dan
diinkubasi pada suhu ± 30oC selama ± 48 jam.
4.2.6 Kondisi Udara Selama Proses Produksi
Pada proses produksi kondisi udara sangat menentukan
hasil dari tempe. Pada proses fermentasi kondisi yang diharapkan yaitu cukup
panas atau hangat karena fermentasi berlangsung menghasilkan karbondioksida dan
dalam saat itu tempe ditandai dengan berkeringat. Pada musim kemarau proses
pemberian ragi lebih sedikit dibandingkan dengan waktu musim penghujan. Jika
dibandingkan musim kemarau, musim hujan lebih banyak pemberian ragi karena
kondisi udara atau kelembaban saat itu dingin dan membutuh kan banyak ragi untuk
berfermentasi. Proses fermentasi membutuhkan panas. Oleh karena itu kelembaban
yang diharapkan pada pembuatan tempe yaitu kelembaban relatif (RH) 70%-85%.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
·
Tempe sangat tergantung dari hasil fermentasi jenis bahan utama/ substratnya
yaitu kedelai, macam mikroba yang aktif dan kondisi di sekelilingnya yang
mempengaruhi pertumbuhan dan metabolisme mikroba tersebut
·
Tempe kedelai di Indonesia merupakan jenis makanan hasil proses fermentasi
yang sangat digemari dan diketahui sebagai makanan yang bergizi tinggi.
·
Kapang dari jenis Rhizopus terutama R. Oryzae dan R. Oligosporus merupakan
organisme terpenting yang memegang peran utama dalam fermentasi tempe.
·
R.oligosporus tidak dapat
memecah polipeptida, tetapi hanya bisa memecah karbohidrat
·
R.oligosporus
dalam aktivitasnya cenderung tidak menimbulkan perubahan warna.
5.2 Saran
Pemberian keterangan/pengarahan yang dilakukan asisten/pembimbing sudah
baik akan tetapi pratikan masih mengharapkan bimbingan yang lebih lagi dari
para asisten. Dengan adanya
keterangan/pengarahan yang lebih baik lagi yang diberikan asisten/pembimbing
dapat menjadi pengetahuan dan bahan kuliah bagi pratikan nantinya. Munkin lebih
ditingkatkan lagi cara membimbingnya kepada para pratikan selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Astawan,
M. dan Mita W.1991.Teknologi pengolahan
pangan nabati tepat guna.
Jakarta
: Akademika
Pressindo. Hal. 94-96.
Hermana and S.W. Roejito. 1971. Pembuatan Inokulum Tempe dan Kajian
Aktivitasnya Selama Penyimpanan. Penelitian
Gizi dan Makanan 1: 52
– 60.
Hidayat,
N. 2008. Fermentasi Tempe. http://ptp2007.files.wordpress.com/
2008/03/fermentasi-tempe.pdf.
(Diakses pada tanggal 4 Juni 2014 pukul 13:00 WIB).
Kasmidjo,
R.B., 1990. TEMPE : Mikrobiologi dan Kimia Pengolahan serta
Pemanfaatannya.
PAU Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta.
Ketaren, S., 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI
Press. Jakarta.
Novi Dewi Sartika. 2007. Studi pendahuluan daya antioksidan ekstrak metanol
tempe segar dan tempe "Busuk" Kota Malang terhadap radikal
bebas DPPH (1,1
-difenil-2-pikrilhidrazil). Skripsi. Universitas Negeri Malang
Samsudin, U. S. dan D. S. Djakamihardja.
1985. Budidaya Kedelai.
C.V.
Pustaka Buana. Bandung.
Hal 13-15.
Sarwono,
B. 1982. Membuat
tempe dan oncom. Jakarta : PT. Penebar Swadaya.
Hal. 10-15.
Snyder, H.E. and
W.
Know, T. 1987. Soyhean Untiluzatin. an AVI Book.
Published by van
Nostrad Rein hold company, New york.
Shurtleff,W. and A.Aoyagi 1979, The Book of Tempeh,
Harper and Row
Publisher, New
York.
Smith, A. K and J.
Circle, S. 1978. Soybears Chemistry and Technology. The AVI
Pub. Company Inc.
westport
connecticut.
Wirakartakusumah, dkk. 1992. Peralatan
dan Unit Proses Industri Pangan.
PAU Pangan dan Gizi, IPB Bogor.
LAMPIRAN
PROSES PEMBUATAN TEMPE DAN FOTONYA





























Setelah 12 jam diangkat Ditumpuk diragangan bambu Tempe yang jadi
FOTO DENGAN PEMILIK INDUSTRI

0 comments:
Post a Comment