-->

Thursday, March 26, 2015

PEMBUATAN TEMPE KEDELAI (Laporan Mikrobiologi Hasil Pertanian)





PEMBUATAN TEMPE KEDELAI
(Laporan Mikrobiologi Hasil Pertanian)

Oleh:
Kelompok V
Hendri Setiawan
1314071028


LABORATORIUM MIKROBIOLOGI HASIL PERTANIAN
JURUSAN TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS PETANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2014














KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan, karena atas berkat dan rahmat-Nya laporan Mikrobiologi Hasil Pertanian ini dapat terselesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat mata kuliah Mikrobiologi Hasil Pertanian di Fakultas Pertanian Universiatas Lampung.
Dalam kesempatan ini tidak lupa kami haturkan terima kasih kepada dosen, koordinator praktikum, dan  para Co. Assisten yang telah banyak membantu serta membimbing kami baik dalam  praktikum maupun dalam penyusunan laporan ini. Kami menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih banyak kekurangannya baik dari segi isi, penampilan maupun teknik pengetikannya. Oleh karena itu kami mengharapkan  kritik dan saran-saran yang sifatnya membangun demi perbaikan dan penyempurnaan laporan ini selanjutnya.
Akhirnya kami mengharap agar laporan ini dapat menjadi sumbangan ilmu pengetahuan bagi rekan-rekan yang  lain dan juga dapat menambah  pengetahuan kita.

Bandar Lampung, 16 Juni 2014

Penyusun





DAFTAR ISI
COVER          …………………………………………………………        i
KATA PENGANTAR           …………………………………………        ii
DAFTAR ISI  …………………………………………………………        iii
I. PENDAHULUAN …………………………………………………        1
            1.1 Latar Belakang      …………………………………………        1
            1.2 Tujuan       …………………………………………………        2
II. TINJAUAN PUSTAKA   …………………………………………        3
III. METODE PENELITIAN            …………………………………………        8
            3.1 Waktu dan Tempat           …………………………………        8
            3.2 Alat dan Bahan     …………………………………………        8
            3.3 Diagram Alir         …………………………………………        8
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN  …………………………………        10
            4.1 Hasil          …………………………………………………        10
            4.2 Pembahasan          …………………………………………        11
V. KESIMPULAN DAN SARAN    …………………………………        17
            5.1 Kesimpulan           …………………………………………        17
            5.2 Saran         …………………………………………………        17
DAFTAR PUSTAKA            …………………………………………………        18
LAMPIRAN   …………………………………………… 


































I. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Bioteknologi  terbagi  menjadi  3  yaitu  bioteknologi  menggunakan mikroorganisme,  kultur  jaringan,  dan  rekayasa  genetika.  Bioteknologi  yang menggunakan mikroorganisme (seperti bakteri, kahmir (yeast), dan kapang) antara lain penemuan dan penyelesaian masalah pangan, obat-obatan, pembasmi hama tanaman, pencemaran, pembasmian hama tanaman, dan pemisahan logam dari biji logam. Salah satu penerapan bioteknologi yang menggunakan jasa mikroorganisme untuk pangan adalah tempe. Siapa yang tak kenal tempe. Tempe yang menurut kabarnya adalah makanan asli Indonesia dibuat dari fermentasi terhadap biji kedelai atau beberapa bahan lain yang menggunakan beberapa jenis kapang Rhizopus ini banyak disuka.
Rasanya yang lezat, harganya murah dan mudah didapat. Apalagi sepotong tempe mengandung berbagai unsur bermanfaat, seperti karbohidrat, lemak, protein, serat, vitamin, enzim, daidzein, genisten, serta komponen antibakteri bermanfaat untuk kesehatan. Tempe makanan  yang  sering  dijumpai  di  rumah  maupun  di  warung-warung,  sebagai pelengkap hidangan ternyata memiliki kandungan dan nilai cerna yang lebih baik dibandingkan dengan kedelai. Oleh karena itu, tempe sangat baik untuk diberikan kepada segala kelompok umur (dari bayi hingga lansia), sehingga bisa disebut sebagai makanan semua umur. Karena banyaknya manfaat dari tempe itulah maka saya tertarik untuk membuat makalah tentang tempe ini.
Beberapa contoh makanan hasil fermentasi adalah tempe, tauco, dan kecap yang dibuat dari kedelai, oncom dari bungkil kacang tanah, ikan peda, terasi, sayur asin, keju dan yoghurt dari susu, anggur minum, brem dan lain-lainnya. Pada proses pembuatan tempe, fermentasi berlangsung secara aerobik dan   non alkoholik.  Mikroorganisme yang berperan adalah kapang (jamur), yaitu    Rhizopus oryzae, Rhizopus oligosporus, dan Rhizopus arrhizus.

1.2 Tujuan
Adapun dari kunjungan industry kali ini adalah:
1.      Mahasiswa mengetahui proses pembuatan tempe
2.      Mahasiswa mampu mengidentifikasi fermentasi kapang pada tempe
3.      Mampu menganalisis dan memahami prinsip fermentasi yang terjadi pada kedelai hingga menjadi tempe





















II TINJAUAN PUSTAKA
Tempe adalah sumber protein yang penting bagi pola makanan di Indonesia, terbuat dari kedelai.  Pembuatan tempe dilakukan sebagai berikut : kedelai kering dicuci, direndam semalam pada suhu 250C esok paginya kulit dikeluarkan dan air rendam dibuang.  Kedelai lalu dimasak selama 30 menit.  Sesudah itu didinginkan, diinokulasikan dengan spora Rhizopus oligosporus dan Rhizopus oryzae, ditaruh dalam panci yang dangkal dan diinkubasikan pada suhu 300C selama 20 - 24 jam.  Dalam waktu itu kedelai terbungkus sempurna oleh mycelia putih dari jamur.  Sekarang tempe siap untuk dikosumsi.  Cara penyajiannya adalah tempe dipotong-potong, direndam sebentar dalam garam lalu digoreng dengan minyak nabati.  Hasilnya adalah tempe yang berwarna coklat dan kering.  Dapat juga dimakan dalam bentuk mempunyai kuah atau dengan kecap (Wirakartakusumah,1992).
Tempe merupakan bahan makanan hasil fermentasi kacang kedelai atau jenis kacang-kacangan lainnya menggunakan jamur Rhizopus oligosporus dan Rhizopus oryzae. Tempe umumnya dibuat secara tradisional dan merupakan sumber protein nabati. Tempe mengandung berbagai nutrisi yang diperlukan oleh tubuh seperti protein, lemak, karbohidrat, dan mineral. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa zat gizi tempe lebih mudah dicerna, diserap, dan dimanfaatkan tubuh. Hal ini dikarenakan kapang yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana yang mudah dicerna oleh manusia (Kasmidjo, 1990).
Tempe merupakan makanan hasil fermentasi tradisional berbahan baku kedelai dengan bantuan jamur Rhizopus oligosporus. Mempunyai ciri-ciri berwarna putih, tekstur kompak dan flavor spesifik. Warna putih disebabkan adanya miselia jamur yang tumbuh pada permukaan biji kedelai. Tekstur yang kompak juga disebabkan oleh miselia-miselia jamur yang menghubungkan antara biji-biji kedelai tersebut. Terjadinya degradasi komponen-komponen dalam kedelai dapat menyebabkan terbentuknya flavor spesifik setelah fermentasi (Kasmidjo, 1990).
Tempe adalah produk fermentasi yang amat dikenal oleh masyarakat Indonesia dan mulai digemari pula oleh berbagai kelompok masyarakat Barat. Tempe dapat dibuat dari berbagai bahan. Tetapi yang biasa dikenal sebagai tempe oleh masyarakat pada umumnya ialah tempe yang dibuat dari kedelai (Kasmidjo, 1990). Tempe mempunyai ciri-ciri putih, tekstur kompak. Pada dasarnya cara pembuatan tempe meliputi tahapan sortasi dan pembersihan biji, hidrasi atau fermentasi asam, penghilangan kulit, perebusan, penirisan, pendinginan, inokulasi dengan ragi tempe, pengemasan, inkubasi dan  pengundukan hasil. Tahapan proses yang melibatkan jamur dalam pembuatan tempe adalah saat inokulasi atau fermentasi.
Kualitas tempe amat dipengaruhi oleh kualitas starter yang digunakan untuk inokulasinya. Inokulum tempe disebut juga sebagai starter tempe, dan banyak pula yang menyebutkan dengan nama ragi tempe. Starter tempe adalah bahan yang mengandung biakan jamur tempe, digunakan sebagai agensia pengubah kedelai rebus menjadi tempe akibat tumbuhnya jamur tempe pada kedelai dan melakukan kegiatan fermentasi yang menyebabkan kedelai berubah sifat/karakteristiknya menjadi tempe (Kasmidjo, 1990).
Inokulum tempe disebut juga dengan starter tempe dan banyak pula yang menyebut dengan nama ragi tempe. Starter atau inokulum tempe adalah bahan yang mengandung biakan jamur tempe, digunakan sebagai agensia pengubah kedelai rebus menjadi tempe akibat tumbuhnya jamur tempe pada kedelai dan melakukan kegiatan fermentasi yang menyebabkan kedelai berubah sifat karakteristiknya menjadi tempe (Kasmidjo, 1990). Menurut Sarwono (1982), inokulum tempe atau laru adalah kumpulan spora kapang tempe yang digunakan sebagai bahan pembibitan dalam pembuatan tempe.
Inokulum tempe juga dapat diperoleh dengan berbagai cara antara lain (Kasmidjo, 1990) :
1.         Berupa tempe dari batch sebelumnya, yang telah mengalami sporulasi.
2.         Berupa tempe segar, yang dikeringkan dibawah sinar matahari atau yang mengalami liofilisasi.
3.         Berupa ragi tempe, yaitu pulungan beras (bentuk bundar pipih atau bulatan-bulatan kecil) yang mengandung miselia dan spora jamur tempe.
4.         Sebagai biakan murni R. oligosporus yang disiapkan secara aseptis oleh lembaga riset atau lembaga pendidikan (Kasmidjo, 1990).
5.         Inokulasi tempe yang disiapkan dengan cara menempatkan potongan daun dalam bungkusan tempe yang sedang mengalami fermentasi.
Inokulum tempe yang telah dikenal oleh masyarakat saat ini adalah usar dan inokulum bubuk buatan LIPI. Usar merupakan inokulum tempe yang dibuat dari kedelai yang telah diberi ragi dan diletakkan diantara dua lapis daun waru. Dalam pembuatan usar, proses pengeringannya dilakukan di tempat terbuka sehingga jumlah bakteri kontaminan pada usar lebih banyak dibandingkan inokulum bubuk. Inokulum bubuk buatan LIPI merupakan biakan R. Oligosporus yang  dibiakan  pada  media  beras  yang  telah  masak  kemudian  dikeringkan  lalu  digiling (Kasmidjo, 1990).
Secara tradisional, inokulum dibuat dengan berbagai cara. Ada yang menggunakan bekas pembungkus tempe, atau menggunakan tempe itu sendiri, menggunakan tempe yang dikeringkan ataupun tempe yang diiris tipis-tipis kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari. Metode lainya adalah menggunakan daun pisang, daun waru, daun jati yang ditumbuhi dengan jamur tempe kemudian dikeringkan. Penggunaan beras dan singkong juga pernah dilaporkan (Hermana,1971).
Tempe  kedelai   mengandung   senyawa   antioksidan   yang  salah   satunya   adalah   genistein. Perbedaan perlakukan  pada  proses  pembuatan akan menghasilkan  tempe  yang berbeda  pula. Proses pembuatan tempe  bersifat  khas di setiap  kota.  Masyarakat  tidak hanya mengkonsumsi  tempe  ketika masih  segar,   tetapi   juga  tempe   ketika  sudah   busuk,  sebagai   lauk  pauk  dan   campuran   sayur". Berdasarkan penelitian diperoleh bahwa dari 200 gram tempe  segar dihasilkan tempe  busuk sekitar 250 gram" Setiap 200 gram sampel tempe,  menghasilkan ekstrak metanol  sekitar 0,883 gram untuk tempe segar dan 1,676 gram untuk tempe busuk" Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap 200 gram sampel tempe  dalam  ekstrak  metanol  mengandung  senyawa  genistein  sekitar  47,9 g pada  tempe  segar  dan 4635,7  g pada  tempe  busuk.  Kontribusi  daya  antioksidan  senyawa  genistein  dalam  ekstrak  metanol sekitar 17,5% pada tempe segar dan sekitar 25% pada tempe busuk (Novi, 2007).
Selama proses fermentasi berlansung terjadi perubahan sifat fisiko-kimia pada tempe. Pada perubahan fisik, kedelai akan mengalami perubahan terutama tekstur. Tekstur kedelai akan menjadi semakin lunak karena terjadi penurunan selulosa menjadi bentuk yang lebih sederhana. Hifa kapang juga mampu menembus permukaan kedelai sehingga dapat menggunakan nutrisi yang ada pada biji kedelai. Hifa kapang akan mengeluarkan berbagai macam enzim ekstraseluler dan menggunakan komponen biji kedelai sebagai sumber nutrisinya (Hidayat, 2008).
Perubahan fisik lainnya adalah peningkatan jumlah hifa kapang yang menyelubungi  kedelai.  Hifa  ini  berwarna  putih  dan  semakin  lama  semakin kompak sehingga mengikat kedelai yang satu dengan kedelai lainnya menjadi satu kesatuan. Pada tempe yang baik akan tampak hifa yang rapat dan kompak serta mengeluarkan aroma yang enak (Kasmidjo, 1990).
Perubahan kimia pada tempe karena adanya bantuan protein yang menghasilkan enzim proteolitik yang menyebabkan degradasi protein kedelai menjadi asam amino, sehingga nitrogen terlarut meningkat dari 0,5 menjadi 2,5%.  Adanya  lemak  menyebabkan  kapang  akan  menguraikan sebagain besar lemak dalam kedelai selama fermentasi. Pembebasan asam lemak ditandai dengan meningkatnya angka asam 50-70 kali setelah fermentasi. Adanya karbohidrat akan didegradasi oleh kapang Rhizopus oligosporus yang memproduksi enzim pendegradasi karbohidrat seperti amilase, selulase atau xylanase.  Selama  fermentasi,  karbohidrat  akan  berkurang  karena  dirombak menjadi gula-gula sederhana. Kedelai atau Glycine max (L) Merr termasuk familia Leguminoceae, sub famili Papilionaceae, genus Glycine max, berasal dari jenis kedelai liar yang disebut Glycine unriensis ( Samsudin, 1985 ).
Menurut Ketaren (1986), secara fisik setiap kedelai berbeda dalam hal warna, ukuran dan komposisi   kimianya.   Perbedaan   secara   fisik   dan   kimia   tersebut dipengaruhi oleh varietas dan kondisi dimana kedelai tersebut dibudidayakan. Biji kedelai tersusun atas tiga komponen utama, yaitu kulit biji, daging (kotiledon), dan hipokotil dengan perbandingan 8:90:2. Sedangkan komposisi kimia kedelai adalah 40,5% protein, 20,5% lemak, 22,2%    karbohidrat,   4,3%   serat   kasar,   4,5%   abu,   dan   6,6%   air (Snyder and Kwon, 1987).Kandungan lemak kedelai sebesar 18-20 % sebagian besar terdiri atas asam lemak (88,10%). Selain itu, terdapat senyawa fosfolipida (9,8%) dan glikolipida (1,6%) yang merupakan komponen utama membran sel. Kedelai  merupakan  sumber  asam  lemak  essensial  linoleat  dan  oleat (Smith, 1978).















III METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Mikrobiologi Hasil Pertanian dengan judul Pembuatan Tempe Kedelai dilaksanakan pada hari Minggu, 08 Juni 2014 pada pukul 08:00–selesai WIB yang bertempat diindustri pembuatan tempe milik bapak Fitrah di desa Karyamukti Kecamatan Sekampung Kabupaten Lampung Timur.
3.2 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada proses pembuatan tempe ini adalah tong tempat merebus tempe, selang, gayung, rinjing, bak penampungan air, lilin, besi runcing, plastik.
Bahan yang digunakan untuk membuat tempe pada praktikum ini adalah kacang kedelai, ragi, air.
3.3 Diagram alir


 









 





























IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
No
Perlakuan
Hasil (Gambar)


1


Perebusan
                 



2



Pemberian obat lendir
                 


3


Pencucian dan penggilasan
                



4



Pemberian ragi
                 


5


Pembungkusan
                 



6



Sudah Menjadi Tempe
                 

4.2 Pembahasan
4.2.1 Proses Pembuatan Tempe
Pada kunjungan ini, akan melakukan pembuatan tempe dengan bahan dasar kacang kedelai. Proses pembuatan diawali dengan perendam kedelai selama 1-2 jam. Perendaman ini bertujuan untuk melunakkan biji agar mudah terlepas dari kulitnya. Proses selanjutnya yaitu dilakukan perebusan pada kacang kedelai. Sebelum perebusan kedelai yang direndam ditiriskan. Setelah itu, kedelai dimasukkan ke dalam tong besar tempat untuk merebus yang dibawahnya terdapat api yang membara. Perebusan ini membutuhkan waktu 2-4 jam tergantung kematangan kedelai. Pada perebusan kedelai jangan terlalu lunak karena jika sudah menjadi tempe, maka tempe akan masam bahkan bias busuk. Setelah perebusan selesai dengan bau khas kedelai akan muncul lender-lendir.
Kemudian kedelai yang sudah direbus ditiriskan kembali. Selanjutnya kedelai hasil tirisan dimasukkan kembali ke dalam tong perebusan untuk dicampur kembali dengan obat lendir untuk tempe. Obat tersebut yang membuat tempe lebih enak rasanya. Pross ini membutuhkan waktu selama 1 malam. Namun proses ini tidak membutuhkan bara api, hanya perendaman saja dengan obat lendir. Agar obat menyerap proses ini membutuhkan waktu yang lama.
Setelah melalui proses selama semalam kedelai diangkat dari tong yang didalamnya sudah terdapat lendir. Sebelum melakukan pengangkatan pastikan kedelai pada kondisi sudah dingin dan benar-benar menyerap obat tadi. Jika diangkat pada kondisi panas akan berpengaruh pada temped an akan menjadi masam dan bahkan bias menjadi busuk. Kemudian kedelai ditiriskan di rinjing bertujuan agar lendir hilang. Setelah itu kedelai dibersihkan dari lendir dan kotoran. Pencucian membutuhkan air yang lumayan banyak. Setelah dicuci kedelai dibelah menjadi dua bagian dengan cara digilas. Penggilasan dilakukan dengan cara diinjak-injak. Pada pembuatan tempe yang sudah modern sudah menggunakan alat yang modern juga. Pada penggilasan yang modern sudah menggunakan alat sendiri. Kedelai dicuci sampai bersih sambil digilas. Sebelum penggilasan kaki dicuci bersih dengan antiseptic agar tidak ada kuman. Setelah pencucian selesai dan dirasa kedelai sudah terbelah menjadi dua dan sudah bersih, kedelai ditiriskan lagi selama 1 jam agar kedelai tidak basah saat pemberian ragi.
Setelah penirisan selesai, kemudian kedelai dicampur dengan ragi. Kemudian sesudah pemberian ragi selesai selanjutnya kedelai dibungkus dengan plastik atau daun pisang. Sebelum pembungkusan dimulai plastik harus dilubangi dengan besi runcing agar proses fermentasi bisa berlangsung. Proses fermentasi juga membutuhkan oksigen. Tujuan dari pelubangan adalah agar oksigen masuk ke dalam plastik yang sudah terisi tempe yang dicampur ragi. Setelah proses pembungkusan selesai, tempe disusun rapi di atas tempat yang terbuat dari bambu. Seperti pada gambar di bawah ini :
H & d 0568.jpg
Proses selanjutnya yaitu tempe disusun di atas bambu seperti gambar di atas agar kondisinya panas. Setelah sekitar 12 jam tempe diangkat. Kemudian di tunggu sampai menjadi tempe.
4.2.2 Profil Industri
Pada kunjungan ini, akan melakukan kunjungan ke industri tempe. Pada kali ini saya melakukan kunjungan ke Sekampung Lampung Timur. Industri ini termasuk industry rumahan. Pemilik industry ini adalah Bapak Fitrah dan Ibu Anis yang memiliki seorang anak yang bernama Naura. Industri ini bertempat di Desa Karyamukti Kecamatan Sekampung Lampung Timur. Bapak Fitrah memulai membuat tempe sejak umur 15 tahun ikut ayahnya yang kebetulan memiliki industry tempe juga. Keahlian itu diwariskan kepada Bapak Fitrah. Dirasa sudah mampu, akhirnya Bapak Fitrah membuka usaha sendiri setelah menikah. Awal mula berusaha Bapak Fitrah dan istrinya bertempat di Desa Mekar Mukti Sekampung Lampung Timur selama 3 tahun. Di Desa itu Bapak Fitrah cukup berhasil dengan usahanya. Dirasa ingin membuka usaha yang lebih besar akhirnya Bapak Fitrah berpindah ke Desa Karyamukti untuk memulai usaha lagi sampai sekarang sudah berjalan selama 4 tahun.
4.2.3 Ragi atau Inokulum
Inokulasi dilakukan dengan penambahan inokulum, yaitu ragi tempe atau laru. Inokulum dapat berupa kapang yang tumbuh dan dikeringkan pada daun waru atau daun jati (disebut usar; digunakan secara tradisional), spora kapang tempe dalam medium tepung (terigu, beras, atau tapioka; banyak dijual di pasaran), ataupun kultur R. oligosporus murni (umum digunakan oleh pembuat tempe di luar Indonesia). Inokulasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu (1) penebaran inokulum pada permukaan kacang kedelai yang sudah dingin dan dikeringkan, lalu dicampur merata sebelum pembungkusan; atau (2) inokulum dapat dicampurkan langsung pada saat perendaman, dibiarkan beberapa lama, lalu dikeringkan (Astawan, 2003).Ragi tempe merupakan bibit jamur yang akan digunakan dalam pembuatan tempe. Ragi yang disimpan terlalu lama akan mengurangi keaktifannya, karena itu pada pembuatan tempe sebaiknya digunakan ragi yang belum lama disimpan agar dalam pembuatan tempe tidak mengalami kegagalan. Mikroba yang berperan dalam proses pembuatan tempe adalah Rhizopus oligosporus.
Pada kunjungan ini ragi yang digunakan yaitu terbuat dari media jagung yang dibuat tepung kemudian dicampur ragi asli. Pencampuran in bertujuan agar penggunaan ragi dapat diminimalisir dengan pencampuran tepung jagung ini. Proses pemberian ragi pada saat kedelai sudah ditiriskan dari air dan dijamin bersih dari kotoran. Dalam memberikan ragi jangan terlalu banyak atau tidak sesuai ukuran kare na tempe nantinya bias busuk dan tidak enak. Takaran untuk pemberian ragi yaitu 1 sendok makan untuk sepuluh kilogram.
4.2.4 Produksi
Setiap industri apapun pasti memiliki hasil produksi maupun itu  untung dan rugi. Dalam melakukan usahanya Bapak Fitrah tentunya tidak mau rugi, dengan strategi yang mumpuni Bapak Fitrah mampu untung setiap produksinya. Setiap pembuatan tempe Bapak Fitrah memproduksi 50 kg kacang kedelai. Harga kedelai sekarang mencapai Rp.840.000,- per 100 kg. Untuk plastik yang digunakan bapak Fitrah ada dua macam yaitu ukuran kecil 11x13 yang dijual per tempenya Rp.400,- kepada pembeli atau diwarung-warung, dan ukuran sedang 11x15 yang dijual per tempenya Rp.800,- ditiap warung juga. Untuk biaya plastik bapak Fitrah mengeluarkan biaya sekitar Rp.50.000,-. Jika ada pembeli yang dating kerumahnya harganya yang kecil Rp.500,- dan yang sedang Rp.1000,-. Untuk raginya bapak Fitrah Membelinya perbungkus Rp.10.000,- dan kemudian dicampur tepung jagung. Untuk mengelem plastik bapak Fitrah menggunakan lilin yang harga per batangnya Rp.1.000 .
Dalam setiap produksi bapak Fitrah mampu menghasilkan 2800 bungkus setiap 50 kg kacang kedelai dengan ukuran kecil 2000 bungkus dan ukuran sedang 800 bungkus. Dengan modal hanya sekitar Rp1.000.000,- bapak Fitrah bisa maraih keuntungan mencapai Rp.900.000,- lebih jika semuanya disetorkan ke warung. Namun jika pembeli langsung dating ke rumah herga lain lagi dan keuntungan akan lebih banyak lagi. Bapak Fitrah menjual hasil produksi tempenya dengan cara menyetorkan tiap-tiap warung atau pembeli yang sudah menjadi langganan khususnya di Karyamukti. Namun bapak Fitrah juga sering mengalami kerugian akibat tikus yang menggrogoti tempe sehingga tempe tidak jadi atau busuk, akibatnya tidak bias dijual.Dalam sekali penjualan tempe tidak pasti habis. Oleh karena itu, jika tempe tidak habis aan dijual ke pasar setiap sela dan minggu. Jangkauan tempe bapak Fitrah sudah melalui empat desa yaitu Karyamukti, Mekarmukti, Purwodadi Mekar, dan kadang Trimukti.
4.2.5 Proses Farmentasi Tempe
Suhu inkubasi selama proses fermentasi tempe berkisar antara 250C-300C, dengan kelembaban relatif (RH) 70%-85% dan waktu inkubasi selama 24-48 jam. Lama fermentasi (4.2048) yang cukup memberi pengaruh langsung terhadap kualitas tempe, apabila waktu fermentasinya kurang maka tempe yang terbentuk strukturnya tidak padat, warnanya tidak putih keabu-abuan dan tidak berbau khas tempe. Hasil analisis terhadap 83 responden menunjukkan bahwa 39.8% menyatakan sangat setuju lama fermentasi berpengaruh terhadap kualitas tempe, 41.0% setuju, dan 19.3% menyatakan ragu-ragu. Lama fermentasi juga berkorelasi sangat nyata (signifikan) dengan suhu fermentasi (0.417), pematusan air dan pendinginan (0.367), bahan pembukus plastik (0.280) dan ruang fermentasi (0.341) (Shurtleff,1979).
Suhu fermentasi (0.433) member pengaruh langsung terhadap lama fermentasi, keduanya berhubungan secara kausal (sebabakibat), sebab suhu fermentasi meningkat,karena waktu fermentasi yang semakin lama. Lama fermentasi berbanding lurus dengan suhu fermentasi. Lama fermentasi yang optimum supaya dicapai suhu yang optimum untuk proses fermentasi adalah selama 24-48 jam, dengan waktu inkubasi sebesar itu akan dicapai suhu fermentasi sebesar 250C-300C. Faktor lain yang memberi pengaruh langsung terhadap lama fermentasi adalah perebusan kedelai ke 1 (0.474) dan ke 2 (-0.368), secara umum tujuan perebusan adalah untuk memudahkan hidrasi air ke dalam biji kedelai dan membuat beberapa senyawa kompleks berantai panjang seperti protein dan karbohidrat berubah menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana dengan rantai yang lebih pendek sehingga menjadi nutrisi yang mudah larut (soluble nutrients) serta menginaktifkan mikroorganisme yang tidak dikehendaki selama proses fermentasi. Perebusan juga membuat senyawa trypsin inhibitor terdenaturasi, senyawa ini dalam keadaaan aktif bisa menjadi faktor anti nutrisi (anti-nutritional factor). Pada proses perebusan ke 2, disamping dilakukan pemanasan juga dilakukan pendinginan dengan meniupkan udara sehingga kedelai menjadi kering angin (drained and dried ) (Shurtleff,1979).
Penurunan pH biji kedelai tidak menghambat pertumbuhan jamur tempe, tetapi dapat menghambat pertumbuhan bakteri-bakteri kontaminan 39 yang bersifat pembusuk. Proses fermentasi selama perendaman yang dilakukan bakteri mempunyai arti penting ditinjau dari aspek gizi, apabila asam yang dibentuk dari gula stakhiosa dan rafinosa. Keuntungan lain dari kondisi asam dalam biji adalah menghambat kenaikan pH sampai di atas 7,0 karena adanya aktivitas proteolitik jamur dapat membebaskan amonia sehingga dapat meningkatkan pH dalam biji. Pada pH di atas 7,0 dapat menyebabkan penghambatan pertumbuhan atau kematian jamur tempe. Dalam biji kedelai terdapat komponen yang stabil terhadap pemanasan dan larut dalam air bersifat menghambat pertumbuhan Rhizopus oligosporus, dan juga dapat menghambat aktivitas enzim proteolitik dari jamur tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa perendaman dan pencucian sangat penting untuk menghilangkan komponen tersebut. Proses hidrasi terjadi selama perendaman dan perebusan biji. Makin tinggi suhu yang dipergunakan makin cepat proses hidrasinya, tetapi bila perendaman dilakukan pada suhu tinggi menyebabkan penghambatan pertumbuhan bakteri sehingga tidak terbentuk asam ( Hidayat, 2008). Proses fermentasi dilakukan dengan inokulum 1%. Campuran kedelai dan inokulum yang homogen dituang dalam cawan petri dan diinkubasi pada suhu ± 30oC selama ± 48 jam.
4.2.6 Kondisi Udara Selama Proses Produksi
Pada proses produksi kondisi udara sangat menentukan hasil dari tempe. Pada proses fermentasi kondisi yang diharapkan yaitu cukup panas atau hangat karena fermentasi berlangsung menghasilkan karbondioksida dan dalam saat itu tempe ditandai dengan berkeringat. Pada musim kemarau proses pemberian ragi lebih sedikit dibandingkan dengan waktu musim penghujan. Jika dibandingkan musim kemarau, musim hujan lebih banyak pemberian ragi karena kondisi udara atau kelembaban saat itu dingin dan membutuh kan banyak ragi untuk berfermentasi. Proses fermentasi membutuhkan panas. Oleh karena itu kelembaban yang diharapkan pada pembuatan tempe yaitu kelembaban relatif (RH) 70%-85%.






V.  KESIMPULAN DAN SARAN
5.1  Kesimpulan
·         Tempe sangat tergantung dari hasil fermentasi jenis bahan utama/ substratnya yaitu kedelai, macam mikroba yang aktif dan kondisi di sekelilingnya yang mempengaruhi pertumbuhan dan metabolisme mikroba tersebut
·         Tempe kedelai di Indonesia merupakan jenis makanan hasil proses fermentasi yang sangat digemari dan diketahui sebagai makanan yang bergizi tinggi.
·         Kapang dari jenis Rhizopus terutama R. Oryzae dan R. Oligosporus merupakan organisme terpenting yang memegang peran utama dalam fermentasi tempe.
·         R.oligosporus tidak dapat memecah polipeptida, tetapi hanya bisa memecah karbohidrat
·         R.oligosporus  dalam aktivitasnya cenderung tidak menimbulkan perubahan warna.
5.2 Saran
Pemberian keterangan/pengarahan yang dilakukan asisten/pembimbing sudah baik akan tetapi pratikan masih mengharapkan bimbingan yang lebih lagi dari para asisten. Dengan adanya keterangan/pengarahan yang lebih baik lagi yang diberikan asisten/pembimbing dapat menjadi pengetahuan dan bahan kuliah bagi pratikan nantinya. Munkin lebih ditingkatkan lagi cara membimbingnya kepada para pratikan selanjutnya.




DAFTAR PUSTAKA
Astawan, M. dan Mita W.1991.Teknologi pengolahan pangan nabati tepat guna.
Jakarta : Akademika Pressindo. Hal. 94-96.
Hermana and S.W. Roejito. 1971. Pembuatan Inokulum Tempe dan Kajian
Aktivitasnya Selama Penyimpanan. Penelitian Gizi dan Makanan 1: 52 – 60.
Hidayat, N. 2008. Fermentasi Tempe. http://ptp2007.files.wordpress.com/
2008/03/fermentasi-tempe.pdf. (Diakses pada tanggal  4 Juni 2014 pukul 13:00 WIB).
Kasmidjo, R.B., 1990. TEMPE : Mikrobiologi dan Kimia Pengolahan serta
Pemanfaatannya. PAU Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta.
Ketaren, S., 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI
Press. Jakarta.
Novi Dewi Sartika. 2007. Studi pendahuluan daya antioksidan ekstrak metanol  
tempe  segar dan tempe "Busuk"  Kota  Malang  terhadap  radikal  bebas   DPPH (1,1  -difenil-2-pikrilhidrazil). Skripsi. Universitas Negeri Malang
Samsudin, U. S. dan D. S. Djakamihardja. 1985. Budidaya Kedelai.  C.V.
Pustaka Buana. Bandung. Hal 13-15.
Sarwono, B. 1982. Membuat tempe dan oncom. Jakarta : PT. Penebar Swadaya.
Hal. 10-15.
Snyder,  H.E.  and  W.  Know,  T.  1987.  Soyhean  Untiluzatin.  an  AVI  Book.
Published by van Nostrad Rein hold company, New york.
Shurtleff,W. and A.Aoyagi 1979, The Book of Tempeh, Harper and Row
Publisher, New York.
Smith, A. K and J. Circle, S. 1978. Soybears Chemistry and Technology. The AVI
Pub. Company Inc. westport connecticut.
Wirakartakusumah, dkk. 1992. Peralatan dan Unit Proses Industri Pangan.  
PAU Pangan dan Gizi, IPB Bogor.






























LAMPIRAN











PROSES PEMBUATAN TEMPE DAN FOTONYA
                            
    Proses perebusan             Proses pemberian obat lendir            Proses pencucian
                          
  Proses penggilasan                      Proses Pencucian                     Proses Penirisan
                   
Proses Pemberian Ragi           Proses Pelubangan Plastik      Proses Pembungkusan
                           
Proses Pengeleman Plastik  Tempe disusun diatas bambu        Tempe Ditumpuk
                     
Setelah 12 jam diangkat     Ditumpuk diragangan bambu        Tempe yang  jadi
FOTO DENGAN PEMILIK INDUSTRI














hendrisetiawan

0 comments:

Post a Comment

Kontak Saya

No. WhatsApp:

+62 852 9091 95XX

Alamat:

Kelurahan Tembalang, Kecamatan Tembalang,
Kota Semarang, Jawa Tengah

Email:

hendriseetiawan@gmail.com