PRA DAN RRA
PERBEDAAN
PRA DAN RRA
(Tugas
Mata Kuliah Pengembangan Masyarakat)
Oleh:
Fatkhul Rohman 1314071023
Hendri
Setiawan 1314071028
JURUSAN
TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
LAMPUNG
2015
1.
PRA
(Participatory Rural Appraisal)
PRA adalah suatu metode
pendekatan untuk mempelajari kondisi dan kehidupan pedesaan dari, dengan, dan
oleh masyarakat desa. Atau dengan kata lain dapat disebut sebagai kelompok
metode pendekatan yang memungkinkan masyarakat desa untuk saling berbagi,
meningkatkan, dan menganalisis pengetahuan mereka tentang kondisi dan kehidupan
desa, membuat rencana dan bertindak (Chambers, 1996). Konsepsi dasar pandangan
PRA adalah pendekatan yang tekanannya pada keterlibatan masyarakat dalam
keseluruhan kegiatan. Metode PRA bertujuan menjadikan warga masyarakat sebagai
peneliti, perencana, dan pelaksana program pembangunan dan bukan sekedar obyek
pembangunan.
Prinsip-prinsip PRA menurut
Robert Chambers:
1. Prinsip
mengutamakan yang terabaikan (keberpihakan)
Fokus PRA lebih mengutamakan
masyarakat yang terabaikan agar memperoleh kesempatan untuk memiliki peran dan
mendapat manfaat dalam kegiatan program pembangunan.
2. Prinsip
pemberdayaan (penguatan) masyarakat
Dalam peningkatan kemampuan
masyarakat, kemampuan itu ditingkatkan dalam proses pengkajian keadaan,
pengambilan keputusan dan penentuan kebijakan, sampai pada pemberian penilaian
dan koreksi kepada kegiatan yang berlangsung.
3. Prinsip
masyarakat sebagai pelaku dan orang luar sebagai fasilitator
Berpusat pada penempatan masyarakat
sebagai pusat dari kegiatan pembangunan. Orang luar juga harus menyadari
peranannya sebagai fasilitator.
4. Prinsip
saling belajar dan menghargai perbedaan
Salah satu
prinsip dasarnya adalah pengakuan akan pengalaman dan pengetahuan tradisional
masyarakat.
5. Prinsip
informal
Kegiatan PRA
diselenggarakan dalam suasana yang bersifat luwes, terbuka, tidak memaksa dan
informal. Situasi ini akan menimbulkan hubungan akrab, karena orang luar akan
berproses masuk sebagai anggota masyarakat, bukan sebagai tamu asing yang oleh
masyarakat harus disambut secara resmi.
6. Prinsip
Triangulasi
Prinsip ini
lebih berhubungan dengan perolehan informasi. Adakalanya informasi yang
dikemukakan oleh individu ada kemungkinan tidak dibenarkan menurut kelompok.
Oleh sebab itu prinsip triangulasi merupakan tindakan untuk mengontrol sumber
informasi.
7. Prinsip
mengoptimalkan hasil
Prinsip
mengoptimalkan atau memperoleh hasil informasi yang tepat guna agar proses tidak terganggu
8. Prinsip
orientasi praktis
Artinya bahwa
program program yang dikembangkan dengan metode PRA ini lebih berorientasi pada
pemecahan masalah secara praktis.
9. Keberlanjutan
Program yang
dirancang oleh masyarakat untuk memecahkan persoalan mereka adalah
berkesinambungan dan memungkinkan mengantisipasi munculnya masalah dikemudian
hari.
10. Belajar
dari kesalahan.
Dalam PRA
kesalahan itu wajar dan sangat manusiawi, oleh sebab itu perencanaan Program
jangan terlalu sulit sehingga masyarakat tidak mampu memenuhinya. Dalam
menyusun kegiatan bukan juga hal yang bersifat coba coba akan tetapi telah
mempertimbangkan banyak hal termasuk tentang kesalahan.
11. Terbuka
Dalam PRA
sangat memungkinkan ketidak sempurnaan oleh sebab itu keterbukaan atas
tanggapan orang lain terhadap kegiatan PRA ini sangat positif sebab disadari
bahwa di setiap metode tidak pernah ada yang berlangsung dengan sempurna
2.
Metoda
Rapid Rural Appraisal (RRA)
Metoda RRA digunakan untuk pengumpulan informasi secara akurat
dalam waktu yang terbatas ketika keputusan tentang pembangunan perdesaan harus
diambil segera. Dewasa ini banyak program pembangunan yang dilaksanakan sebelum
adanya kegiatan pengumpulan semua informasi di daerah sasaran. Konsekuensinya,
banyak program pembangunan yang gagal atau tidak dapat diterima oleh kelompok
sasaran meskipun program-program tersebut sudah direncanakan dan dipersiapkan
secara matang, karena masyarakat tidak diikutsertakan dalam penyusunan
prioritas dan pemecahan masalahnya.
Pada dasarnya, metoda RRA merupakan proses belajar yang intensif
untuk memahami kondisi perdesaan, dilakukan berulang-ulang, dan cepat. Untuk
itu diperlukan cara kerja yang khas, seperti tim kerja kecil yang bersifat
multidisiplin, menggunakan sejumlah metode, cara, dan pemilihan teknik yang
khusus, untuk meningkatkan pengertian atau pemahaman terhadap kondisi
perdesaan. Cara kerja tersebut tersebut dipusatkan pada pemahaman pada tingkat
komunitas lokal yang digabungkan dengan pengetahuan ilmiah. Komunikasi dan
kerjasama diantara masyarakat desa dan aparat perencana dan pelaksana
pembangunan (development agent) adalah sangat penting, dalam kerangka
untuk memahami masalah-masalah di perdesaan. Di samping itu, metoda RRA juga
berguna dalam memonitor kecenderungan perubahan-perubahan di perdesaan untuk
mengurangi ketidakpastian yang terjadi di lapangan dan mengusulkan penyelesaian
masalah yang memungkinkan.
Menurut James Beebe (1995), metoda RRA menyajikan pengamatan yang
dipercepat yang dilakukan oleh dua atau lebih pengamat atau peneliti, biasanya
dengan latar belakang akademis yang berbeda. Metoda ini bertujuan untuk
menghasilkan pengamatan kualitatif bagi keperluan pembuat keputusan untuk
menentukan perlu tidaknya penelitian tambahan dalam merencanakan dan
melaksanakan kegiatan. Metoda RRA memiliki tiga konsep dasar yaitu; (a)
perspektif sistem, (b) triangulasi dari pengumpulan data, dan (c) pengumpulan
data dan analisis secara berulang-ulang (iterative).
Penerapan Metode RRA dan PRA
Participatory
Rural Appraisal (PRA) atau Pemahaman Partisipatif Kondisi
Pedesaan (PRA) adalah pendekatan dan metode yang memungkinkan masyarakat secara
bersama-sama menganalisis masalah kehidupan dalam rangka merumuskan perencanaan
dan kebijakan secara nyata. Metode dan pendekatan ini semakin meluas dan
diakui kegunaannya ketika paradigma pembangunan berkelanjutan mulai dipakai
sebagai landasan pembangunan di negara-negara sedang berkembang. Dalam
paradigma pembangunan berkelanjutan, manusia ditempatkan sebagai inti dalam
proses pembangunan. Manusia dalam proses pembangunan tidak hanya sebagai
penonton tetapi mereka harus secara aktif ikut serta dalam perencanaa,
pelaksanaan, pengawasan dan menikmati hasil pembangunan. Metode dan
pendekatan yang tampaknya sesuai dengan tuntutan paradigma itu adalah metode
dan pendekatan yang partisipatif.
Metode
PRA mulai menyebar dengan cepat pada tahun 1990-an yang merupakan bentuk
pengembangan dari metode Pemahaman Cepat Kondisi Pedesaan (PCKP) atau Rapid
Rural Appraisal (RPA) yang menyebar pada tahun 1980-an. Kedua
metode tersebut saling berhubungan etar dan masing-masing mempunyai kelebihan
dan kekurangannya dan bisa saling melengkapi. Namun dalam perkembangannya,
metode PRA banyak digunakan dalam proses pelaksanaan program pembangunan secara
partisipatif, baik pada tahap perencanaan, pelaksanaan, maupun pengawasannya.
Secara
umum terdapat beberapa perbedaan antara RRA dan PRA (Chambers, 1996), yaitu :
No
|
KRITERIA
|
RRA
|
PRA
|
1
|
Kurun
waktu perkembangan
|
Akhir
1970-an
|
Akhir
1980-an
|
2
|
Pihak
yang mengembangkan
|
Perguruan
Tinggi
|
Organisasi
non-pemerintah
|
3
|
Pengguna
utama
|
Lembaga
Donor, Perguruan Tinggi
|
Organisasi
non-pemerintah, organisasi lapang pemerintah
|
4
|
Potensi
sumber informasi
|
Pengetahuan
masyarakat
|
Kemampuan
masyarakat setempat
|
5
|
Titik
berat pengembangan
|
Metodologi
|
Perilaku
|
6
|
Titik
berat pengguna
|
Elicitif,
penggalian
|
Fasilitasi,
partisipatif
|
7
|
Tujuan
utama
|
Belajar
melalui orang luar
|
Pemberdayaan
masyarakat setempat
|
8
|
Hasil
jangka panjang
|
Perencanaan,
proyek, publikasi
|
Kelembagaan
dan tindakan masyarakat yang berkelanjutan
|
1.2 Tujuan
penerapan metode PRA
Pada
intinya PRA adalah sekelompok pendekatan atau metode yang memungkinkan
masyarakat desa untuk saling berbagi, meningkatkan, dan menganalisis
pengetahuan mereka tentang kondisi dan kehidupan desa, serta membuat rencana
dan tindakan nyata (Chambers, 1996). Beberapa prinsip dasar yang harus
dipenuhi dalam metode PRA anatar lain adalah : saliang belajar dan berbagi
pengalaman, keterlibatan semua anggota kelompok dan informasi, orang luar
sebagai fasilitator, konsep triangulasi, serta optimalisasi hasil, orientasi
praktis dan keberlanjutan program (Rochdyanto, 2000). Metode tersebut
dipandang telah memiliki teknis-teknis yang dijabarkan cukup operasional dengan
konsep bahwa keterlibatan masyarakat sangat diperlukan dalam seluruh
kegiatan. Pendekatan PRA memang bercita-cita menjadikan masyarakatmenjadi
peneliti, perencana, dan pelaksana pembangunan dan bukan sekedar obyek
pembangunan. Tekanan aspek penelitian bukan pada validitas data yang
diperoleh, namun pada nilai praktis untuk pengembangan program itu
sendiri. Penerapan pendekatan dan teknik PRA dapat memberi peluang yang
lebih besar dan lebih terarah untuk melibatkan masyarakat. Selain itu
melalui pendekatan PRA akan dapat dicapai kesesuaian dan ketepatgunaan program
dengan kebutuhan masyarakat sehingga keberlanjutan (sustainability)
program dapat terjamin.
1.3 Struktur
program
Karena
tujuan penerapan metode PRA adalah pengembangan program bersama masyarakat,
penerapannya perlu senantiasa mengacu pada siklus pengembangan program.
Gambaran umum siklus tersebut secara ringkas adalah sebagai berikut :
Pengenalan
masalah/kebutuhan dan potensi, dengan maksud untuk menggali informasi tentang
keberadaan lingkungan dan masyarakat secara umum.
Perumusan
masalah dan penetapan prioritas guna memperoleh rumusan atas dasar masalah dan
potensi setempat.
Identifikasi
alternatif pemecahan masalah atau pengembangan gagasan guna membahas berbagai
kemungkinan pemecahan masalah melalui urun rembug masyarakat.
Pemilihan
alternatif pemecahan yang paling tepat sesuai dengan kemampuan masyarakat dan
sumberdaya yang tersedia dalam kaitannya dengan swadaya.
Perencanaan
penerapan gagasan dengan pemecahan masalah tersebut secara konkrit agar
implementasinya dapat secara mudah dipantau.
Penyajian
rencana kegiatan guna menddapatkan masukan untuk penyempurnaannya di tingkat
yang lebih besar.
Pelaksanaan
dan pengorganisasian masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan tingkat
perkembangan masyarakat.
Pemantauan
dan pengarahan kegiatan untuk melihat kesesuaiannya dengan rencana yang telah
disusun.
Evaluasi
dan rencana tindak lanjut untuk melihat hasil sesuai yang diharapkan, masalah
yang telah terpecahkan, munculnya massalah lanjutan, dll.
1.4 Permasalahan
PRA
Meningkatnya
secara cepat popularitas PRA dikhawatirkan menyebabkan sedemikian
terburu-burunya menerima gagasan ini tanpa pemahaman yang cukup mendasar akan
prinsip dasar yang ada yang kemudian diikuti dengan harapan yang terlalu tinggi
akan keampuhan PRA. Oleh karenanya beberapa massalah yang timbul akibat
merebaknya penggunaan metode PRA adalah :
Permintaan
melampaui kemampuan akibat metode ini dilatihkan dalam forum yang formal tanpa
cukup kesempatan untuk menghayati dan mendalami prinsip yang mendasarinya.
Kehilangan
tujuan dan kedangkalan hasil akibat penerapan yang serampangan di lapangan
tanpa tujuan yang jelas.
Kembali
menyuluh akibat petugas tidak siap untuk memfasilitasi partisipasi masyarakat.
Menjadi
penganut fanatik karena tidak munculnya improvisasi dan variasi petugas untuk
menggali lebih dalam permasalahan di masyarakat.
Mengatasnamakan
PRA untuk kegiatan yang sepotong-potong di luar konteks program pengembangan
masyarakat.
Terpatok
waktu akibat program yang berorientasi pada target (teknis, administratif).
Kerutinan
yang dapat membuat kegiatan tidak hidup lagi sehingga terjebak dalam pekerjaan
yang rutin dan membosankan.
1.5 Teknik
PRA
Dalam
perkembangannya telah banyak dikembangkan beberapa teknik PRA yang pada intinya
merupakan bentuk implementasi dari metode PRA. Sudah barang tentu
teknik-teknik yang dikembangkan tersebut disesuaikan dengan maksud dan tujuan
penerapan metode PRA sendiri, serta semestinya tidak menutup kemungkinan atau
bahkan dapat disebutkan mengharuskan adanya improvisasi dan modifikasi terhadap
metode PRA itu sendiri.
Beberapa
teknik penerapan PRA anatar lain : (a) Penelusuran Alur Sejarah, (b)
Penelusuran Kebutuhan Pembangunan, (c) Analisa Mata Pencaharian, (d) Penyusunan
Rencana Kegiatan, (e)Focus Group Discussion, (f) Pemetaan, dll. Secara
lengkap, teknik PRA .
Rangkuman
PRA,
sebagai metode yang banyak dipercaya oleh beberapa kalangan cukup tepat
digunakan dalam usaha pemberdayaan masyarakat, adalah bukan suatu metodedan
teknik yang benar-benar sudah fiks. Seandainya sebuah buku, dalam metode
PRA masih banyak terdapat halaman-halaman kosong, dimana pembaca mempunyai dan
bahkan diberi kesempatan untuk mengisi halaman kososng tersebut. Hal
tersebut memungkinkan pengembangan yang tidak terbatas terhadap metode ini, dan
itu bukan menjadi masalah selama prinsip dasar metode ini masih menjadi
pertimbangan utama dalam pengembangan teknik-teknik PRA. Pertimbangan
tersebut perlu ditekankan agar kita tidak terjebak lagi dalam pola lama yang
menjadikan suatu metode merupakan panduan atau petunjuk pelaksanaan teknis
(JUKLAKNIS) yang baku, yang tidak mungkin ada perubahan, yang kalau tidak
menggunakan dan mengikuti panduan tersebut artinya salah, dll, yang antara lain
seperti telah diuraikan dalam permasalahan yang mungkin muncul dalam penerapan
PRA.
Permasalahan
PRA
Meningkatnya
secara cepat popularitas PRA dikhawatirkan menyebabkan sedemikian
terburu-burunya menerima gagasan ini tanpa pemahaman yang cukup mendasar akan
prinsip dasar yang ada yang kemudian diikuti dengan harapan yang terlalu tinggi
akan keampuhan PRA. Oleh karenanya beberapa massalah yang timbul akibat
merebaknya penggunaan metode PRA adalah :
Permintaan
melampaui kemampuan akibat metode ini dilatihkan dalam forum yang formal tanpa
cukup kesempatan untuk menghayati dan mendalami prinsip yang mendasarinya.
Kehilangan
tujuan dan kedangkalan hasil akibat penerapan yang serampangan di lapangan
tanpa tujuan yang jelas.
Kembali
menyuluh akibat petugas tidak siap untuk memfasilitasi partisipasi masyarakat.
Menjadi
penganut fanatik karena tidak munculnya improvisasi dan variasi petugas untuk
menggali lebih dalam permasalahan di masyarakat.
Mengatasnamakan
PRA untuk kegiatan yang sepotong-potong di luar konteks program pengembangan
masyarakat.
Terpatok
waktu akibat program yang berorientasi pada target (teknis, administratif).
Kerutinan
yang dapat membuat kegiatan tidak hidup lagi sehingga terjebak dalam pekerjaan
yang rutin dan membosankan.
TEKNIK-TEKNIK
PRA
Fasilitator
masyarakat akan berhadapan langsung dengan masyarakat yang bersifat
heterogen. Apabila kita mengharapkan hasil optimal dalam upaya memahami
kondisi masyarakat pedesaan yang akan kita fasilitasi dalam penyusunan rencana
program pengembangannya, fasilitator harus mampu melibatkan diri secara benar
dalam masyarakat agar informasi yang kita butuhkan dapat kita temukan secara
mudah, bersifat komprehensif dan representatif. Demikian halnya
masyarakat yang kita dampingi agar tidak merasa jenuh, maka diperlukan
penerapan berbagai variasi teknik PRA.
Dalam
bab ini akan dipaparkan teknik-teknik PRA yang berkembang pesat di masyarakat,
yakni teknik penelusuran sejarah desa, pembuatan bagan kecenderungan dan
perubahan; pembuatan kalender musim; pembuatan peta desa; penelusuran lokasi
/desa (transect); pembuatn gambar kebun; pengkajian lembaga-lembaga
desa; pengkajian mata pencaharian penduduk desa; wawancara keluarga
petani (wawancara semiterstruktur); pembuatan bagan alur; dan pembuatan
bagan urutan (matriks ranking).
Tujuan
instruksional khusus:
Setelah
mempelajari pokok bahasan ini diharapkan mahasiswa dapat:
(1)
Mahasiswa dapat menjelaskan 6 (enam) dari 11 (sebelas) teknik PRA.
(2)
Mahasiswa dapat menganalisis manfaat teknik-teknik PRA untuk
pengembangan masyarakat
Teknik-teknik
PRA adalah alat-alat untuk melakukan kajian keadaan desa. Teknik-teknik
ini berupa alat visual (gambar atau bentuk yang dapat dilihat) yang
dipergunakan sebagai media diskusi masyarakat tentang keadaan diri mereka
sendiri dan lingkungannya. Alat-alat visual ini merupakan media belajar
bersama yang dipergunakan baik untuk masyarakat (petani) yang buta aksara
ataupun melek aksara. Kajian desa dapat dilakukan sebagai penjajagan
kebutuhan dan perencanaan kegiatan, atau dapat juga untuk pemantauan dan
evaluasi kegiatan. Teknik-teknik kajian desa atau teknik-teknik PRA
selama ini lebih banyak dipergunakan untuk perencanaan kegiatan /
program. Hal ini terjadi karena keterampilan untuk melakukan modifikasi
(penyesuaian) teknik-teknik PRA bagi kebutuhan lain, belum banyak dimiliki para
pemandu.
Sumber:

0 comments:
Post a Comment