Sunan Gresik
Riwayat Sunan Gresik
2.1.1 Maulana Malik Ibrahim
Menurut
dari bebrapa sumber sejarah, bahwasannya Syaikh Maulana Malik Ibrahim yang
terkenal dengan sebutan Syaikh Maghribi, juga banyak orang menamakan Kakek
Bantal, adalah tokoh ulama’ yang ahli tata negara berasal dari Negeri Turki.
Dalam riwayat lain, beliau berasal dari Gurajat dan ada yang mengatakan dari
Iran serta ada juga yang mengatakan dari Arab, beliau masih keturunan Zainul
Abidin bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib r.a. Pada tahun 1404 M. Beliau
meyiarkan agama Islam di pulau Jawa, menetap di Gresim dan wafat pada hari
senin tanggal 12 Rabi’ul awwal tahun 822 H. Atau bertepatan dengan tahun 1419
M. Kemudian dimakamkan di Gresik (Syamsuri, 1995).
Malik
Ibrahim umumnya dianggap sebagai wali pertama yang mendakwahkan Islam di Jawa.
Ia mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam dan banyak merangkul rakyat
kebanyakan, yaitu golongan masyarakat Jawa yang tersisihkan akhir kekuasaan
Majapahit. Malik Ibrahim berusaha menarik hati masyarakat, yang tengah dilanda
krisis ekonomi dan perang saudara. Ia membangun pondokan tempat belajar agama
di Leran, Gresik (Trisman, 2014).
2.1.2 Asal Keturunan maulana Malik Ibrahim
Dalam
keterangannya pada buku The History of Java mengenai asal mula dan perkembangan
kota Gresik, Raffles menyatakan bahwa menurut penuturan para penulis lokal,
“Mulana Ibrahim adalah seorang Pandita terkenal berasal dari Arabia, keturunan
dari Jenal Abidin, dan sepupu Raja Chermen (sebuah negara Sabrang), telah
menetap bersama para Mahomedans lainnya di Desa Leran di Jang’gala” (Affles,
1830). Namun demikian, kemungkinan pendapat yang terkuat adalah berdasarkan
pembacaan J.P. Moquette atas baris kelima tulisan pada prasasti makamnya di Desa
Gapura Wetan, Gresik; yang mengindikasikan bahwa ia berasal dari Kashan, suatu
tempat di Iran sekarang (Moquette, 1912).
Terdapat beberapa versi mengenai
silsilah Maulana Malik Ibrahim. Ia pada umumnya dianggap merupakan keturunan
ke-22 dari Nabi Muhammad. Nasab Maulana Malik Ibrahim menurut catatan Dari
As-Sayyid Bahruddin Ba'alawi Al-Husaini yang kumpulan catatannya kemudian
dibukukan dalam Ensiklopedi Nasab Ahlul Bait yang terdiri dari beberapa volume
(jilid). Dalam Catatan itu tertulis: As- Sayyid Maulana Malik Ibrahim bin
As-Sayyid Barakat Zainal Alam bin As-Sayyid Husain Jamaluddin bin
As-Sayyid Ahmad Jalaluddin bin As-Sayyid Abdullah bin As-Sayyid
Abdul Malik Azmatkhan bin As-Sayyid Alwi Ammil Faqih bin As-Sayyid
Muhammad Shahib Mirbath bin As-Sayyid Ali Khali’ Qasam bin As-Sayyid
Alwi bin As-Sayyid Muhammad bin As-Sayyid Alwi bin As-Sayyid
Ubaidillah bin Al-Imam Ahmad Al-Muhajir bin Al-Imam Isa bin Al-Imam
Muhammad bin Al-Imam Ali Al-Uraidhi bin Al-Imam Ja’far Shadiq bin
Al-Imam Muhammad Al-Baqir bin Al-Imam Ali Zainal Abidin bin Al-Imam
Al-Husain bin Sayyidah Fathimah Az-Zahra/Ali bin Abi Thalib,
binti Nabi Muhammad Rasulullah (Hasyim, 1981).
2.1.3 Penyebaran Agama Islam
Maulana Malik Ibrahim dianggap
termasuk salah seorang yang pertama-tama menyebarkan agama Islam di tanah Jawa,
dan merupakan wali senior di antara para Walisongo lainnya (Drewes, 1968). Beberapa
versi babad menyatakan bahwa kedatangannya disertai beberapa orang. Daerah yang
ditujunya pertama kali ialah Desa Sembalo, sekarang adalah daerah Leran,
Kecamatan Manyar, yaitu 9 kilometer ke arah utara kota Gresik. Ia lalu mulai
menyiarkan agama Islam di tanah Jawa bagian timur, dengan mendirikan mesjid
pertama di Desa Pasucinan, Manyar.
Pertama-tama yang dilakukannya
ialah mendekati masyarakat melalui pergaulan. Budi bahasa yang ramah-tamah
senantiasa diperlihatkannya di dalam pergaulan sehari-hari. Ia tidak menentang
secara tajam agama dan kepercayaan hidup dari penduduk asli, melainkan hanya
memperlihatkan keindahan dan kabaikan yang dibawa oleh agama Islam. Berkat
keramah-tamahannya, banyak masyarakat yang tertarik masuk ke dalam agama Islam
(Salam, 1960).
Sebagaimana yang dilakukan para
wali awal lainnya, aktivitas pertama yang dilakukan Maulana Malik Ibrahim ialah
berdagang. Ia berdagang di tempat pelabuhan terbuka, yang sekarang dinamakan
Desa Roomo, Manyar, Gresik (Munif, 1995). Perdagangan membuatnya dapat
berinteraksi dengan masyarakat banyak, selain itu raja dan para bangsawan dapat
pula turut serta dalam kegiatan perdagangan tersebut sebagai pelaku jual-beli,
pemilik kapal atau pemodal (Tjandrasasmita, 1984). Setelah cukup mapan di
masyarakat, Maulana Malik Ibrahim kemudian melakukan kunjungan ke ibukota
Majapahit di Trowulan. Raja Majapahit meskipun tidak masuk Islam tetapi
menerimanya dengan baik, bahkan memberikannya sebidang tanah di pinggiran kota
Gresik. Wilayah itulah yang sekarang dikenal dengan nama Desa Gapura. Cerita
rakyat tersebut diduga mengandung unsur-unsur kebenaran; mengingat menurut Groeneveldt
pada saat Maulana Malik Ibrahim hidup, di ibukota Majapahit telah banyak orang
asing termasuk dari Asia Barat (Groeneveldt, 1960).
Demikianlah, dalam rangka
mempersiapkan kader untuk melanjutkan perjuangan menegakkan ajaran-ajaran
Islam, Maulana Malik Ibrahim membuka pesantren-pesantren yang merupakan tempat
mendidik pemuka agama Islam di masa selanjutnya. Hingga saat ini makamnya masih
diziarahi orang-orang yang menghargai usahanya menyebarkan agama Islam
berabad-abad yang silam. Setiap malam Jumat Legi, masyarakat setempat ramai
berkunjung untuk berziarah. Ritual ziarah tahunan atau haul juga diadakan
setiap tanggal 12 Rabi'ul Awwal, sesuai tanggal wafat pada prasasti makamnya.
Pada acara haul biasa dilakukan khataman Al-Quran, mauludan (pembacaan riwayat
Nabi Muhammad), dan dihidangkan makanan khas bubur Harisah (bubur yang
dicampur dengan lauk pauk, makanan khas Timur Tengah) (Kompas, 2006).
Dalam pandangan filsafat
ketuhanannya, Maulana Malik Ibrahim pernah menyatakan tentang apa yang dinamakan
Allah “Yang dinamakan Allah ialah sesungguhnya yang diperlukan ada-Nya.”
2.1.4 Legenda Rakyat
Menurut legenda rakyat, dikatakan
bahwa Syeh Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik berasal dari Persia.
Syeh Maulana Malik Ibrahim dan Syeh Maulana Ishaq disebutkan sebagai anak dari
Syeh Maulana Ahmad Jumadil Kubro, atau Syekh Jumadil Qubro.
Syeh Maulana Ishaq disebutkan
menjadi ulama terkenal di Samudera Pasai, sekaligus ayah dari Raden Paku atau
Sunan Giri. Syeh Jumadil Qubro dan kedua anaknya bersama-sama datang ke pulau
Jawa. Setelah itu mereka berpisah; Syekh Jumadil Qubro tetap di pulau Jawa,
Syeh Maulana Malik Ibrahim ke Champa, Vietnam Selatan; dan adiknya Syeh Maulana
Ishak mengislamkan Samudera Pasai.
Syeh Maulana Malik Ibrahim
disebutkan bermukim di Champa (dalam legenda disebut sebagai negeri Chermain
atau Cermin) selama tiga belas tahun. Ia menikahi putri raja yang memberinya
dua putra; yaitu Raden Rahmat atau Sunan Ampel dan Sayid Ali Murtadha atau
Raden Santri. Setelah cukup menjalankan misi dakwah di negeri itu, ia hijrah ke
pulau Jawa dan meninggalkan keluarganya. Setelah dewasa, kedua anaknya
mengikuti jejaknya menyebarkan agama Islam di pulau Jawa.
Syeh Maulana Malik Ibrahim dalam
cerita rakyat kadang-kadang juga disebut dengan nama Kakek Bantal. Ia
mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam. Ia merangkul masyarakat bawah, dan
berhasil dalam misinya mencari tempat di hati masyarakat sekitar yang ketika
itu tengah dilanda krisis ekonomi dan perang saudara.
Selain itu, ia juga sering
mengobati masyarakat sekitar tanpa biaya. Sebagai tabib, diceritakan bahwa ia
pernah diundang untuk mengobati istri raja yang berasal dari Champa. Besar
kemungkinan permaisuri tersebut masih kerabat istrinya.
2.1.5 Isteri Maulana Malik Ibrahim
Maulana Malik Ibrahim memiliki, 3
isteri bernama:
1. Siti Fathimah
binti Ali Nurul Alam Maulana Israil (Raja Champa Dinasti Azmatkhan 1), memiliki
2 anak, bernama: Maulana Moqfaroh dan Syarifah Sarah.
2. Siti Maryam binti
Syaikh Subakir, memiliki anak, yaitu: Abdullah, Ibrahim, Abdul Ghafur, dan
Ahmad.
3. Wan Jamilah binti Ibrahim
Zainuddin Al-Akbar Asmaraqandi, memiliki 2 anak yaitu: Abbas dan Yusuf.
Selanjutnya Sharifah Sarah binti
Maulana Malik Ibrahim dinikahkan dengan Sayyid Fadhal Ali Murtadha (Sunan Santri/Raden
Santri) dan melahirkan dua putera yaitu Haji Utsman (Sunan Manyuran) dan Utsman
Haji (Sunan Ngudung). Selanjutnya Sayyid Utsman Haji (Sunan Ngudung) berputera
Sayyid Ja’far Shadiq (Sunan Kudus).
2.1.6 Wafat dan Lokasi Makam
Setelah selesai membangun dan
menata pondokan tempat belajar agama di Leran, Syeh Maulana Malik Ibrahim wafat
tahun 1419. Makamnya kini terdapat di Desa Gapura, Gresik, Jawa Timur.
2.2 Kondisi Geografis dan Sosial Budaya
Menurut legenda rakyat, dikatakan bahwa Maulana Malik
Ibrahim berasal dari Persia. Maulana Malik Ibrahim Ibrahim dan Maulana Ishaq
disebutkan sebagai anak dari Maulana Jumadil Kubro, atau Syekh Jumadil Qubro.
Maulana Ishaq disebutkan menjadi ulama terkenal di Samudera Pasai, sekaligus
ayah dari Raden Paku atau Sunan Giri. Syekh Jumadil Qubro dan kedua anaknya
bersama-sama datang ke pulau Jawa. Setelah itu mereka berpisah; Syekh Jumadil
Qubro tetap di pulau Jawa, Maulana Malik Ibrahim ke Champa, Vietnam Selatan;
dan adiknya Maulana Ishak mengislamkan Samudera Pasai. Maulana Malik Ibrahim
disebutkan bermukim di Champa (dalam legenda disebut sebagai negeri Chermain
atau Cermin) selama tiga belas tahun. Ia menikahi putri raja yang memberinya
dua putra; yaitu Raden Rahmat atau Sunan Ampel dan Sayid Ali Murtadha atau
Raden Santri. Setelah cukup menjalankan misi dakwah di negeri itu, ia hijrah ke
pulau Jawa dan meninggalkan keluarganya. Setelah dewasa, kedua anaknya
mengikuti jejaknya menyebarkan agama Islam di pulau Jawa.
Maulana Malik Ibrahim dalam cerita rakyat terkadang juga
disebut dengan nama Kakek Bantal. Ia mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam.
Ia merangkul masyarakat bawah, dan berhasil dalam misinya mencari tempat di
hati masyarakat sekitar yang ketika itu tengah dilanda krisis ekonomi dan
perang saudara. Selain itu, ia juga sering mengobati masyarakat sekitar tanpa
biaya. Sebagai tabib, diceritakan bahwa ia pernah diundang untuk mengobati
istri raja yang berasal dari Champa. Besar kemungkinan permaisuri tersebut
masih kerabat istrinya (Trisman, 2014).
2.3 Pokok Pikiran dan Metode Dakwah
Ketika itu masyarakat Jawa,
mayoritas masih beragama Hindu dan Budha. Maka tentu saja untuk menyampaikan
Islam kepada mereka harus membutuhkan pengalaman yang cukup dan kebijaksanaan
serta kesabaran. Demikian juga Syaikh Maulana Malik ibrahim yang menyampaikan
Islam kepada mereka itu, melakukannya dengan sangat berhati-hati, penuh
kebijaksanaan dan lebih dahulu beliau mengadakan pendekatan terhadap segala
lapisan masyarakat (Syamsuri, 1995).
Agama dan adat istiadat mereka,
tidak ditentang dengan begitu saja, beliau memperkenalkan keluhuran budi
pekerti yang diajarkan Islam. Secara langsung beliau memberi contoh dalam
masyarakat akan tutur kata yang sopan, lemah lembut, santun pada fakir miskin,
menghormati org yang lebih tua dan menyayangi yang muda. Karena demikian,
sehingga dikalangan rakyat kecil beliau tersohor sebagai seorang yang berbaik
budi dan dermawan. Itulah cara beliau menyiarkan Islam dimulai dari golongan
bawah yang kemudian sampai kepada mereka yang bertingkat atas (Syamsuri, 1995).
Lain halnya dengan Agama Hindu
misalnya, datang dari India ke Indonesia adalah untuk keperluan istana, seperti
untuk pembuatan candi yang merupakan aktivitas keraton, upacara istana dan dan
untuk kepentingan kerajaan. Karena itu Agama Hindu hanya berpengaruh pada
kalangan atas saja, sedangkan rakyat bawahan tidak begitu merasakannya. Maka
itulah Syaikh Maulana Malik Ibrahim telah mengkajinyadan berarti beliau
memasukkan Islam lebih dahulu kepada orang yang belum terisi. Dengan sistem
demikian, maka mudahlah masyarakat menerima apa yang ditunjukkan oleh beliau,
yakni Agama Islam. Lebih-lebih beliau sering-sering menjelaskan di dalam Islam
tidak ada perbedaan diantara manusia, semuanya sama saja bagaikan anak sisir,
dan rakyat kecil saling bergaul dan berhubungan dengan orang yang bagaimanapun
tinggi kedudukannya, bagi Islam diperbolehkan. Mendengar penjelasan itu,
orang-orang yang direndahkan oleh Hindu, semuanya menjadi puas dan bangga,
karena merasa mempunyai pembela ats hak asasinya sebagai manusia. Maka itu
tidak ada keajaiban kalau mereka dengan segera berbondong-bondong menyatakan
masuk Islam dengan suka dan rela hati (Syamsuri, 1995).
3.1 Kesimpulan
Malik Ibrahim umumnya dianggap sebagai
wali pertama yang mendakwahkan Islam di Jawa. Beliau masih merupakan ada
keturunan dari Nabi Muhammad SAW. Beliau meyiarkan agama Islam di pulau Jawa,
menetap di Gresim dan wafat pada hari senin tanggal 12 Rabi’ul awwal tahun 822
H. Atau bertepatan dengan tahun 1419 M. Kemudian dimakamkan di Gresik. Beliau
menyebarkan Islam di Indonesia bersama dengan walisongo. Penyebaran Agama Islam
yang neliau bawakan yaitu melalui pendekatan terhadap masyarakat. Beliau
pertama kali menyebarkan Islam di daerah Gresik. Beliau ditemani oleh beberapa
orang. Beliau juga dalam penyebaran Agama Islam yaitu melalui berdagang. Ia
berdagang di tempat pelabuhan terbuka, yang sekarang dinamakan Desa Roomo,
Manyar, Gresik.
Secara langsung beliau memberi
contoh dalam masyarakat akan tutur kata yang sopan, lemah lembut, santun pada
fakir miskin, menghormati org yang lebih tua dan menyayangi yang muda. Karena
demikian, sehingga dikalangan rakyat kecil beliau tersohor sebagai seorang yang
berbaik budi dan dermawan. Itulah cara beliau menyiarkan Islam dimulai dari
golongan bawah yang kemudian sampai kepada mereka yang bertingkat atas.
3.2 Saran-saran
Dari penyusunan Laporan ini
semoga dapat bermanfaat bagi pembaca serta diharapkan pembaca memaklumi apabila
terdapat kesalahan dalam keterangan maupun isinya. Karena di dapat dari
berbagai sumber. Sebaiknya pembaca membaca lebih dari satu refernsi selain
laporan ini agar dapat membandingkan kebenaran dari isinya.
Diharapkan laporan ini juga dapat
dijadikan artikel bagi proses pembelajaran khususnya dalam dunia pendidikan.
DAFTAR
PUSTAKA
Affles,
Sir Thomas Stamford, F.R.S., 1830. The History of Java, from the earliest
Traditions
till the establisment of Mahomedanism. Published by John
Murray, Albemarle-Street. Vol II, 2nd Ed, Chap X, page 122.
Drewes,
G. W. J. 1968. New Light on the Coming of Islam to Indonesia?,
Bijdragen
tot de Taal-, Land- en Volkenkunde.
Groeneveldt,
W.P., 1960. Historical Notes on Indonesia and Malaya Compiled
from
Chinese Sources. Bhratara, Jakarta.
Hasyim,
Umar, 1981. Riwayat Maulana Malik Ibrahim. Menara Kudus.
Jejak
Para Wali dan Ziarah Spiritual, Penerbit Buku Kompas,
Desember 2006.
Moquette,
J.P., 1912. "De oudste Mohammedaansche inscriptie op Java end
Madura
de graafsteen te Leran"
Munif,
Drs. Moh. Hasyim, 1995. Pioner & Pendekar Syiar Islam Tanah Jawa,
hlm
5-6, Yayasan Abdi Putra Al-Munthasimi, Gresik.
Salam,
Solichin, 1960. Sekitar Walisanga, hlm 24-25, Penerbit "Menara
Kudus",
Kudus.
Syamsuri,
Baidlowi. 1995. Kisah Walisongo “Penyebar
Agama Islam Di Tanah
Jawa Dan Tata Cara
Ziarah Kubur”. Surabaya: Apollo Lestari.
Tjandrasasmita,
Uka (Ed.), 1984. Sejarah Nasional Indonesia III, hlm 26-27, PN
Balai
Pustaka, Jakarta.
diakses
pada hari Sabtu 03 Januari 2014 pada pukul 13:00 WIB.
0 comments:
Post a Comment